TANGGAL 4 Oktober 2023 lalu sungguh menjadi hari bersejarah bagi umat Keuskupan Tanjung Selor (KTS). Pasalnya, pada hari itu, untuk pertama kalinya dilaksanakan upacara Kaul Kekal atau Profesi Kekal di KTS. Terlebih lagi bagi sang yubilaris: Sr. Anastasia Sogen DSY.
Sr. Anas -sapaan akrabnya- adalah seorang suster biarawati anggota Konggregasi Suster Dina Santo Yoseph (DSY). Ia berasal dari KTS; tepatnya umat Gereja St. Yoseph Paroki Dumaring. Ia merasa sangat bersyukur, karena bisa mengucapkan Profesi Kekalnya di keuskupan di mana ia berasal.
Hal ini diungkapkannya dalam kata sambutan di akhir perayaan Ekaristi.
“Saudara–saudari yang terkasih, saya di sini bukan karena saya sendiri, tetapi wajah Allah yang telah saudara-saudari tampakkan kepada saya. Oleh karena itu, saya sangat berterimakasih kepada semua pihak yang terlibat dalam perayaan Profesi Kekal ini. Bapak Uskup Keuskupan Tanjung Selor, Pemimpin Umum Konggregasi Dina Santo Yoseph Manado, Pemimpin Yunior Konggregasi Dina Santo Yoseph Manado, Pastor Paroki Katedral St. Maria Assumpta Tanjung Selor, keluarga, para donatur, umat sekalian, dan semua pihak yang terlibat dalam perjalanan panggilan saya hingga saat ini.”
Prosesi ini disaksikan oleh keluarga, umat, dan para undangan. Semuanya ini berlangsung khidmat. Profesi Kekal diucapkan Sr. Anas DSY di hadapan tiga pihak, yakni:
- Uskup KTS: Mgr. Paulinus Yan Olla MSF.
- Pemimpin Umum Kongregasi DSY: Sr. Christina Tandayu DSY.
- Pemimpin Yunior DSY: Sr. Theresiana Bupu DSY.
Bukan jenjang karier
Dalam homilinya, Uskup KTS Mgr. Yan Olla MSF menyampaikan bahwa pilihan hidup membiara bukanlah pilihan jenjang karir. “Menjadi suster, frater, bruder, atau imam adalah bentuk penyerahan diri yang utuh kepada Tuhan. Profesi duniawi hanya sebagai bentuk karya pelayanan seorang biarawan-biarawati. Jangan bangga bisa menjadi seorang kepala sekolah, pimpinan yayasan, dan lainnya.
Itu hanya bagian kecil dari pelayanan. Lebih dari itu, kita diminta untuk bisa lebih berdampak bagi umat dan perkembangan iman umat di tempat kita berkarya,” kata Bapa Uskup.
Riwayat Panggilan
Secara terpisah, Sr. Anas DSY menceritakan sedikit tentang riwayat panggilannya. Ia lahir di Larantuka, Flores Timur, NTT, tanggal 11 Januari 1994; merupakan anak dari pasangan Bpk. Ignasius Miru Sogen dan Ny. Maria Goreti Watun. Lahir dengan nama pemberian orangtuanya: Veronika Serang Sogen.
Ia adalah anak kelima dari enam bersaudara. Pada usia delapan bulan, bayi Veronika dibawa keluarganya pergi meninggalkan Larantuka dan kemudian pindah ke Kalimantan. Terjadi demikian, karena mengikuti program transmigrasi; tepatnya di Desa Sumber Mulia, Talisayan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
Veronika kemudian tumbuh sebagai “anak kampung trans” yang sederhana. Sebagaimana hidup dalam keluarga Flores, ia tumbuh tidak jauh dari kehidupan menggereja. Hingga usianya menginjak 13 tahun dan saat duduk di kelas enam Sekolah Dasar, ia mengikuti rekoleksi bagi anak-anak Serikat Kepausan Anak-Anak dan Remaja Misisoner (SEKAMI) di kampungnya: Stasi St. Gabriel, Sumber Mulia, Gereja St. Yoseph, Paroki Dumaring.
Pada momen inilah, ia pertama kali merasa terpanggil untuk menjadi suster. “Waktu itu, saya ketemu dan bertegus sapa dengan Sr. Jein DSY, saat berlangsung rekoleksi SEKAMI. Suster Jein DSY kebetulan tinggal di rumah saya. Awalnya, saya suka melihat pakaian suster yang agak berbeda dari pakaian suster pada umumnya. Biasanya ‘kan suster bajunya putih, kok suster ini bajunya cokelat,” tutur Sr. Anastasia DSY.
Ia kemudian melanjutkan kisahnya. “Sr. Jein DSY orangnya baik. Santun dalam bertutur sapa. Kesederhanaan dan kerendahan hati yang nampak dari pembawaan pribadi suster itu membuat saya berpikir juga inginmenjadi suster nantinya. Tapi saat itu, cita-cita ini masih saya simpan sendiri dan masih sambil lalu,” kenangnya.
Veronika remaja tumbuh selayaknya remaja puteri lainnya. Ia mulai mengenal lawan jenis dan merasakan ketertarikan. Sepertinya panggilan masa kecilnya akan pupus. Namun, ternyata ia masih menyimpan cita-cita itu hingga ia menyelesaikan pendidikannya di SMK NU Ma’arief, Talisayan.
“Sampai tiba saya tamat sekolah menengah, saya lalu mengutarakan niat saya untuk menjadi suster biarawati kepada orangtua. Awalnya, keluarga terkesan agak ikhlas ga ikhlas dalam merespon niat saya. Terlebih mama yang selalu mengingatkan saya: kalau jadi suster itu tidak menikah, hidup sendiri dan lainnya. Mama takut, kalau saya tidak siap. Tapi saya berusaha meyakinkan mereka dan berjanji akan menjalani pilihan ini dengan sungguh-sungguh,” ungkap Sr. Anastasia DSY.
zAkhirnya, ia mengajukan diri sebagai Aspiran dan kemudian tinggal di Komunitas DSY, Gereja St. Eugenius de Mazenod (Eudema) Paroki Tanjung Redeb. Bulan September 2014, ia bergabung menjadi Postulan dan kemudian tinggal di Biara DSY Lotta, Pineleng, Sulut.
Veronika menjadi Anastasia
Setelah diterima dan resmi bergabung dalam komunitas para suster DSY, Veronika kemudian memilih nama Anastasia sebagai nama biaranya. Berangkat dari latar belakang pengalaman pribadinya, ia merasa bahwa teladan hidup St. Anastasia sejalan dengan apa yang ia alami.
“Keteladanan Santa Anastasia yang mati sebagai martir karena membela imannya menjadi alasan saya memilih nama Anastasia menjadi nama biara. Saya dulu tinggal dan sekolah sebagai minoritas. Bahkan sebagai remaja, saya juga pernah berpacaran dengan cowok-cowok yang beda keyakinan. Namun, sebisa mungkin saya berusaha bertahan dengan apa yang saya imani sejak kecil. Saya harus memilih di antara kenyamanan-kenyamanan hubungan yang pernah saya jalani,” demikian kisahnya.
“Selain itu, Anastasia juga memiliki arti bangkit. Pengalaman saya tumbuh dalam keluarga. Namun, saya belajar untuk tetap kuat dengan keadaan. Dari Santa Anastasi juga, saya belajar untuk tegar dan tidak menyerah dengan keadaan,” lanjut Sr. Anastasia DSY.
“Karena Aku, Engkau Cinta”
Motto “Karena Aku, Engkau Cinta” merupakan ungkapan refleksi perjalanan panggilan Sr. Anas DSY. Ia merasa dipangill Allah sejak awal, Dan Allah sendiri yang membimbingnya dalam seluruh proses hidupya.
Segala tantangan dan pergumulan hidup kini telah mengantarkannya menjadi pribadi yang mampu untuk bertahan dalam jalan panggilan ini. “Kalau saya hanya mengandalkan kekuatan saya sendiri, saya tidak akan sampai pada titik ini. Tuhan begitu mencintai saya. Segala pengalaman ‘luka’ yang saya alami, saya anggap sebagai kado manis dalam perjalanan panggilan saya. Karena Cinta Tuhan saya mampu melewati semuanya. Cinta Tuhan nyata. Saya alami dan itu menguatkan saya,” bebernya mengakhiri kisahnya.
Memaknai kaul kekal
“Kaul Kekal ini memang suatu puncak dalam panggilan saya. Di sisi lain, masih ada banyak lagi puncak-puncak kehidupan yang harus digapai. Saya sangat membutuhkan dukungan dan doa dari bapak-ibu, dan saudara-saudari sekalian. Doronglah saya, kalau saya terlalu lamban. Dukung saya ketika saya sedang berjuang. Tegur, kritik, sadarkan, dan nasihat saya jika saya salah. Bangunkan saya ketika terlambat bangun. Terangilah langkah saya,” pungkasnya.
Setelah misa diadakan resepsi syukur sederhana bersama keluarga, umat, dan komunitas biarawan-biarawati yang turut hadir dalam perayaan ini. Hadir pula dalam perayaan ini para imam yang berkarya di KTS sebagai konselebran perayaan ekaristi bersama Uskup Mgr. Yan Olla MSF sebagai selebran utama.
Selain itu, tak ketinggalan juga hadir komunitas-komunitas biarawan-biarawati di KTS: Komunitas Frater CMM, Bruder MSF, Suster PRR, Suster OSF, Suster KSSY, dan pastinya para Suster DSY Komunitas Tanjung Selor dan Tanjung Redeb.