ORANG sering sulit diyakinkan untuk mengikuti cara pikir dan budaya baru sampai orang melihat hasil dan manfaatnya. Singkatnya, tanpa bukti nyata orang sulit diajak percaya.
Iman juga menghadapi tantangan yang sama. Banyak orang minta bukti bahwa ada Tuhan. Baru setelah itu terbukti orang mau percaya.
Di sanalah tantangan paling mendasar dari iman. Jika semua sudah bisa dibuktikan, orang tidak perlu beriman lagi. Dalam beriman, orang dituntut percaya sehingga melihat dan bukan lebih dulu melihat baru kemudian percaya.
Mereka yang sudah melihat pun belum tentu mau percaya. Artinya, melihat bukan jaminan orang menjadi percaya. Petrus telah menyaksikan kemuliaan Tuhan Yesus (Markus 9: 2-4). Seharusnya, dia percaya kepada-Nya. Bukankah dia masih tidak percaya, sehingga menyangkal Yesus dan melarikan diri ketika Yesus disalibkan?
Benar yang dikatakan dalam Surat kepada Orang Ibrani tentang iman dan pengharapan. “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” (Ibrani 11:1).
Yang kita rindukan tanpa bisa melihatnya lebih dulu, itulah yang membangkitkan pengharapan.
Pengharapan itu anugerah Tuhan, melampaui cita-cita atau harapan yang dirumuskan berdasarkan akal budi manusia. Karena itu, dasar dari pengharapan adalah iman kepada Tuhan. Mereka yang sungguh beriman akan menaruh harapan kepada Tuhan.
Kini, orang hidup dalam budaya ilmu pengetahuan dan teknologi yang selalu menyodorkan bukti untuk membuat orang percaya.
Dalam situasi ini, jauh lebih sulit meyakinkan orang untuk beriman.
Marilah kita berdoa agar Tuhan sendiri yang membuka hati orang-orang yang belum percaya kepada-Nya.
Semoga mereka mau percaya dan karenanya melihat serta diselamatkan.
Sabtu, 18 Februari 2023