SEMUA ini berasal dari sesi pertemuan dansyering para formator tanggal 31 Maret 2022 di Wisma Maya Kaliurang, Yogya. Di situ dikatakan, untuk mencari dan menemukan mutu hidup religius di tengah kemajuan peradaban dewasa ini, sangat sulitlah mampu mendeteksi kepribadian para formandi (baca: novis) di ruang formasi awal.
Aspek humanis belum mendapat porsi yang seimbang di dalam diri para novis.
Untuk menjawab persoalan tersebut, para formator yang tergabung di dalam KGN (Kursus Gabungan Novis) Yogyakarta, mengambil keputusan menarik.
Mereka sepakat untuk mengadakan psikotes bagi para novis.
Kegiatan tersebut akhirnya bisa berlangsung pada tanggal 26 April 2022, di Aula Syantikara Yogyakarta. Peserta acara ini berasal dari berbagai Kongregasi, para imam, para suster dan para bruder bersama 76 novis dan 12 pendamping.
Selama empat jam (mulai pukul 08.00-12.00 WIB), mereka bergumul mengerjakan psikotes ini sesuai standar timer yang sudah ditentukan oleh para ahli psikologi dan panitia penguji.
Demi pembinaan para novis
Romo Yams MSF, selaku penyusun dan nara sumber, menjelaskan tujuan tes tersebut sebagai deteksi awal tentang pribadi para novis sebelum melanjutkan ke jenjang formasi berikutnya (baca: jenjang yuniorat).
Imam keturunan darah Ambon-Jawa ini mengatakan sebagai berikut.
“Para formator hendaklah secara arif mendamping novis, bila sudah mengetahui hasil tes ini,” kata imam Kongregasi Imam Misionaris Keluarga Kudus ini.
“Tes ini bukan dalam rangka mengadili para calon, akan tetapi untuk menemukan dan mengembangkan kecerdasan dan kecakapan para novis. Agar sehingga selanjutnya dibimbing dan dibentuk dan siap menempatkan dalam pengutusan karya maupun studi lanjutan nantinya.
Perjumpaan secara personal dalam menjelaskan kelebihan dan kekurangan kepribadian para formandi sungguh menjadi pekerjaan “berat” bagi formator, bila tidak siap menemani dan membantu dalam perjalanan ziarah panggilanya,” terang romo yang punya jiwa humor ini.
Meringankan, membantu pendamping
“Kita tahu bahwa tidak semua pendamping berasal dari lulusan bimbingan konseling dan psikologi. Apalagi kita juga tidak mendapat ruang psikologi dalam proses formatio awal,” ungkap Bruder Wayan FIC mewakili para pendamping dalam sambutan singkat waktu itu.
Menurut bruder yang berpengalaman menemani para calon, model tes ini hanyalah sebagai pintu awal untuk membuka ruang-ruang kosong di dalam diri novis.
“Celah-celah kosong itu akan diisi oleh pendamping lewat peneguhan atau apresiasi tentang nilai-nilai dan keunggulan yang dikembangkan oleh novis,” papar Br. Wayan dengan nada humoris yang membuat gelak tawa meletup.
Gelisah jadi gembira
Sr. Felista AK mewakili teman-teman novis mengungkapkan sebagai berikut. Sebelumnya selalu dilanda rasa bingung dan takut menghadapi model tes tersebut. Apalagi dengan standar waktu yang ketat.
Karena setiap soal harus bisa dikerjakan dengan cepat, cekat, dan tenang.
Puteri kelahiran Manggarai di Flores ini mengaku sangat gembira, jika hasil tes ini segera diberitahu oleh pendamping agar hal-hal yang menghambat segera diatasi. Dengan harapan agar kemudian jadi tidak ragu-ragu melakukan sesuatu di tahap pembinaan di novisiat.
Demikian harapan Sr Felista yang kini sudah fasih berbahasa Jawa Kromo Inggil ini dengan mantap.
Br. Octavianus MTB juga ikut memberi kesannya tersendiri. “Dengan psikotes ini, saya baru menyadari kercerdasan-kecerdasan yang terpendam di dalam diri saya; termasuk kekurangan dan kelemahanya,” ungkapnya.
Selain itu, kata dia, metode ini harus dimaknai sebagai dukungan untuk mengembangkan diri saat di tahapan formasi maupun dalam berkarya selanjutnya,” ujar bruder yang akrab dipanggil Octa dengan nada riang.
Alumnus SMA St. Ignasius Singkawang di Kalbar ini dengan penuh semangat dan terbuka ikut “menasihati” dan meneguhkan teman-teman angkatannya yang sempat down, karena tidak semua soal tes berhasil mereka kerjakan sampai tuntas dan benar.
Pendamping harus kerja keras
Setelah para novis mengoreksi hasil pekerjaan di antara mereka, kini tugas para pendamping untuk memasukan data-data tersebut ke komputer di komunitas masing-masing.
Romo Yams MSF lalu menjelaskan secara detil bagaimana cara memasukan data hasil tes itu bersamaan dengan rumus-rumusnya agar bisa terbaca dengan baik dari hasi tes tersebut. Model tes kecerdasan dan kecakapan ini diadaptasi dari metode versi Jim Barrett.
Adapun aspek-aspek yang diuji dalam tes ini terdiri 16 hal dengan mengaju pada lima bentuk kecerdasan yang dimiliki oleh manusia (baca: para novis). Misalnya novis mengerjakan tes keterampilan kata, konsep kata, penerapan kritis, keterampilan angka dan angka berderet.
Selain itu, juga bermain peran dalam tes logika angka, logika konseptual, deduksi perseptual, kemampuan fokus dan bentuk. Di akhir tes ini, masih ada aspek yang harus dikerjakan adalah mampu melihat bentuk dalam sebuah gambar, balok, desain kata, sistem numerik, grafis, tabel, diagram, dan daya ingat atau memori.
Pengembangan berbagai aspek
Dari berbagai aspek di atas, para pendamping bisa melihat hal-hal yang sedang tumbuh di dalam diri novis dengan lima kecerdasan yang dimilikinya. Misalnya area-area mana yang memiliki kercerdasan tingkat tinggi di bagian skor total dan skor potensi.
Dari sini, bisa terbaca aspek profil dalam potensi kecerdasan dan kecakapan dengan dimensi-dimensi yang kuat dalam diri seseorang (baca: novis).
Banyak ruang yang dimiliki oleh setiap orang (baca: novis), sehingga ia bisa berkembang. Berdasarkan kemampuan verbal, numerik, perseptual, spasial dan praktis.
Dari aspek inilah sangat penting pagi para formator memberi rekomendasi bagi calon bila melanjutkan ke ongoing formation dan menentukan perkiraan IQ (Intelligence Quotient) seorang religius.
Semoga dari hasil tes ini para formator semakin cerdas untuk mendampingi kepribadian dan kecakapan para formandi secara otentik.
PS: Disarikan dan dicatat oleh Br. Flavianus MTB, pendamping novis.