Pesona Awali
AKU menyembah sujud Engkau Tuhanku.
Yang bersembunyi dalam bentuk ini.
Seluruh hatiku tunduk pada-Mu
sebab leburlah dalam memandang-Mu.
Penglihat, peraba dan perasa tak menangkap.
Dengan mendengarkan kita percaya.
Aku percaya Sabda Putera Allah.
Sabda ini sungguh benar dan nyata.
Pada salib tersembunyi keAllahan,
Di sini pun kemanusiaan-Nya.
Dengan percaya atas keduanya,
kumohon yang diminta si pembunuh.
Seperti Thomas tak kulihat luka-Mu
namun engkau kuakui Allahku.
Perbesarlah imanku kepada-Mu,
pengharapan serta cinta kasihku.
Peringatan akan kemangkatan Tuhan,
Roti pemberi hidup manusia.
Berilah agar jiwaku selalu hidup
dan merasa kenikmatan pada-Mu.
Tuhan Yesus, pelikan yang penuh cinta,
bersihkanlah daku dengan darah-Mu.
Yang dengan setetes saja dapatlah
menebus dunia dari dosanya.
Yesus yang sekarang kulihat berselubung
Kabulkanlah apa yang kuinginkan.
Agar dapat memandang-Mu tak bertudung
Dan berbahagia dalam memandang Dikau. Amin.
——–
Itulah rangkaian doa saat kunjungan/adorasi kepada Sakramen Mahakudus setiap sesudah santap siang dan sesudah santap malam di biara.
Itu terjadi terus-menerus, sejak saat saya diberi kesempatan untuk meninjau (hidup bersama para suster) di Biara Rubiah Karmel “Flos Carmeli”.
Walau hanya selama 10 hari, namun saat mendoakan rangkaian doa kunjungan kepada Sakramen Mahakudus, acara itulah yang pertama kali memesona saya dan pada saat itu seluruh keberadaan diri merasakan bahwa saya sungguh ada di hadapan-Nya.
Doa ini sangat membantu saya dalam merefleksikan hidup, karya, perjuangan, tantangan dan upaya dalam menjadi pengikut Yesus sebagai pendoa dalam keheningan.
Bahkan tidak hanya pada awal meninjau tetapi sampai saat ini.
Sungguh bahwa satu demi satu kalimat dapat membawa makna dan menjadi bekal perjalanan hidup pengabdian saya.
Ketika selesai doa penutup santap siang maupun santap malam di ruang makan, kami langsung menuju kapel sambil berarak (prosesi), berbaris berdua-dua dalam suasana hening dan setelah sampai di kapel (ruang doa untuk para suster yang ada di dalam klausura) kami menempati tempat duduk yang sudah ditentukan lalu berlutut dan mulailah mendoakan doa tersebut di atas.
—————-
Aku menyembah sujud Engkau Tuhanku.
Yang bersembunyi dalam bentuk ini.
Seluruh hatiku tunduk pada-Mu
sebab leburlah dalam memandang-Mu.
Saat aku berlutut didepan Tabernakel, disana tersimpan Hosti Suci yang kepada-Nya seluruh hati dan budiku tunduk menyembah mengakui bahwa Dialah Maha Segala, yang tak dapat kujangkau oleh akal budiku yang hanyalah sebutir pasir di tangan-Nya.
Tuhanku yang bersembunyi dalam bentuk ini sadarkanlah aku selalu bahwa aku hanyalah abu dan debu. Amin.
————–
Penglihat, peraba dan perasa tak menangkap.
Dengan mendengarkan kita percaya.
Aku percaya Sabda Putera Allah.
Sabda ini sungguh benar dan nyata.
Di sini hanya indra pendengaranku yang bekerja. Itu pun jika aku mau dan mampu membuka tidak hanya telinga jasmaniku tetapi juga teliga hatiku karena kebenaran sabda-Mu ya Tuhan sungguh benar dan nyata serta hidup.
Putera Allah yang Hidup dan benar tambahkanlah imanku pada-Mu. Amin.
—————-
Pada salib tersembunyi keAllahan,
Di sini pun kemanusiaan-Nya.
Dengan percaya atas keduanya,
kupohon yang diminta sipembunuh.
Misteri Illahi-Mu menuntunku untuk tetap waspada bahwa Engkau hadir di dalam diri setiap sesamaku yang Kaupilih dan kaukumpulkan di tempat ini.
Hal ini juga menjadi kesempatan indah bagiku, jika tetap memohon kepada-Mu sebagaimana yang diminta oleh si pembunuh yakni pengampunan dan bersama Engkau masuk ke Firdaus, salib-Mu yang suci telah membawa keAllahan- Mu.
Ya Tuhanku dan Allahku demi salib-Mu yang suci bebaskanlah aku dari segala yang jahat baik yang kelihatan maupun yang tak kelihatan. Amin.