Sebuah pengalaman yang mendebarkan sekaligus membahagiakan saya alami hari akhir pekan lalu.
Waktu itu, kami sekeluarga mengadakan acara piknik di Pantai Sambolo, Anyer. Acara ini sekaligus sebagai kegiatan halal bialal tahunan yang diadakan oleh kantor tempat istri saya bekerja.
Sempat ragu
Awalnya, saya sebetulnya sudah ragu untuk ikut. Pertama, perut istri yang sedang mengandung anak kami sudah besar. Kedua, hari Minggu (18/9) kemarin itu seharusnya saya masuk kerja. Namun, karena itu acara wajib yang harus diikuti karyawan dan keluarganya karena kebetulan sudah lama sekali tidak mengadakan familiy gathering di luar Tangerang, saya tidak tega untuk tidak mendampingi istri.
Sampai di tempat titik kumpul pemberangkatan, saya memeriksa bus yang mau dipakai. Bus pabrik ini tergolong cukup tinggi “jam terbangnya” dan umurnya pun sudah tua. Tidak ada Air Conditioner. Karena itu, doa saya waktu berangkat pun “semoga tidak terjadi apa-apa di perjalanan, selamat saat berangkat dan pulang sampai rumah kembali dengan selamat”.
Ya, memang dalam perjalanan berangkat tidak ada aral melintang dan selamat sampai tempat tujuan. Acara demi acara di pantai terlaksana lancar dan meriah. Acara mandi bersama anak-anak dibawah terik mentari siang hari itu tetap berlangsung meriah.
Kami baru pulang sekitar pukul 14.30 WIB, mampir sebentar di pusat oleh-oleh, lalu berangkat lagi.
Ban meletus
Saat hendak masuk tol Merak ke arah Tangerang, tepatnya jelang pintul tol Serang Timur , sekitar pukul 15.30-an tiba-tiba ban depan sebelah kiri bus meletus dengan kerasnya membuat kaget seluruh penumpang.
Damar anak saya dan tantenya duduk persis di atas roda yang meletus. Sementara saya dan istri di belakangnya. Saya agak panik juga demikian juga para penumpang lain terutama saat bus oleng. Yang beragama islam berdoa “Allahu Akbar … Allahu Akbar … Allahu Akbar” Yang lain mungkin berdoa dalam hatinya. Saya tidak tahu.
Saya sendiri sempat memperhatikan wajah pak sopir. Dia dengan sabar dan tenang mencoba menguasai bus.
Selang beberapa saat, bus berhasil diparkir dengan mulus ke bahu jalan setelah meluncur sejauh 750-m. Puji Tuhan semua penumpang selamat dan bisa istirahat di pinggir jalan tol sambil menunggu dinginnya ban yang hangus terbakar serta penggantian ban cadangan.
Ya, hanya puji dan syukur kepada Allah Pencipta kehidupan yang kami panjatkan dan daraskan. Dia masih mempercayai kami untuk bisa menikmati kehidupan ini.
Cerita ini cukup menyentak hati kami dan mengingatkan bahwa dalam perjalanan apa pun, jangan lupa untuk selalu berdoa pada Tuhan dan menyerahkan seluruh perjalanan hidup kita padaNya.
Yang kedua, rasa ragu yang saya alami merupakan peringatan dari Tuhan yang sebenarnya mesti didengarkan. Tuhan bicara lewat hati kita, perasaan dan akal budi kita. Untung, meski kami tidak mengikuti anjuran peringatan itu, kami masih diberi keselamatan.
Pinujia Asma Dalem ing salami-laminya (Tepujilah Nama Tuhan selama-lamanya) ..
Koekoeh Hadi Santosa, aktivis sosial
Wah…Tuhan maha sempurna….Keyakinan padaNya memang yang akan menyelamatkan kita dari apapun…
Puji Tuhan Allah semesta alam !! Haleluya… haleluya…