Minggu, 05 03 2023
- Kej. 12:1-4a.
- Mzm. 33:4-5,18-19,20,22.
- 2Tim. 1:8b-10.
- Mat. 17:1-9.
TERAKHIR saya naik gunung 15 tahun yang lalu. Kadang masih muncul keinginan untuk naik gunung namun tekat dan keberanian tidak seperti dulu lagi.
Perjuangan untuk sampai di puncak gunungl dalam pendakian, diliputi sukacita yang tak terkira pada saat kita menyentuh puncak gunung. Melihat keindahan alam dan hamparan dari atas gunung.
Untuk sampai puncak bukanlah hal yang mudah, karena seringkali mendapat tantangan yang tidak terduga, mulai dengan hadirnya aroma mistis, perjalanan pendakian yang berat, melawan dinginnya hawa pegunungan dan tentu kelelahan.
Peluh yang menetes, napas yang terengah-engah serta kesakitan yang ditahan selama perjalanan seakan sirna saat mencapai puncak gunung.
Di puncak gunung itu hadir sebuah kemerdekaan, kebebasan karena mata bisa memandang jauh tak terhingga yang mendatangkan rasa terpesona dan kekaguman yang begitu dalam akan karya cinta Tuhan.
“Betapa indah di sini Tuhan,” kata para murid ketika mereka sampai di puncak Gunung Tabor.
Kekaguman itu tidak hanya milik mereka tetapi milik semua orang yang berani meninggalkan rutinitas dan berjalan naik.
Keindahan akan dirasakan oleh mereka yang berjuang mengatasi segala kesulitan, serta berani masuk kesunyian dalam laku jiwa dengan fokus mencapai puncak gunung kehidupan ini.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
“Enam hari kemudian Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes saudaranya, dan bersama-sama dengan mereka Ia naik ke sebuah gunung yang tinggi. Di situ mereka sendiri saja.
Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka; wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi putih bersinar seperti terang.
Maka nampak kepada mereka Musa dan Elia sedang berbicara dengan Dia.”
Peristiwa transfigurasi dialami oleh Yesus. Di gunung itu ketiga murid diijinkan “mencicipi” untuk melihat kemuliaan Yesus.
Sebuah keindahan yang menyiratkan sebuah pertalian yang erat tentang Mesias pilihan Allah dan tugas menyempurnakan kasih Allah di dunia melalui penebusan umat manusia.
Ketiga murid bukan hanya kagum dan terpesona dalam tataran rasa namun kini telah masuk ke dalam misi yang khusus menjadi saksi akan kemuliaan Tuhan yang harus dijalani dalam jalan salib.
Kemuliaan Yesus berpijak di atas karya puncak-Nya, bukan di Gunung Tabor ini, melainkan pada kematian yang segera diikuti oleh kebangkitan- Nya.
Penyaliban di Golgota itulah yang mendasari keTuhanan- Nya. Tanpa salib, manusia hanya menyembah ilusinya sendiri dan menjadi “seteru salib Kristus”
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku mau menjalani jalan salib kehidupan ini, untuk sampai ke puncak kemuridanku?