Puncta 02.03.19 Markus 10:13-16: Kepolosan Anak

0
708 views
Anak-anak Asmat bermain air di atas perahu sampan di sebuah aliran Sungai Potong di Sawaerma, sekitar lima jam perjalanan naik speedboat dari pusat kota di Asmat. (Mathias Hariyadi)

WAKTU turne di pedalaman, saya sering menjumpai kisah lucu, lugu, polos dan alamiah dari tingkah polah anak-anak.

Suatu kali saat sedang liturgi sabda, seorang anak maju membaca Kitab Suci. Dengan lantang ia membaca, “Surat Paulus kepada Roma bab tiga dibagi sembilan dikurangi dua puluh”.

Saya nahan tawa sampai perut mengeras.

Lain waktu ada anak lain dapat tugas membaca, “Pembacaan dari Surat Paulus kepada umat di Filipina”.

Selesai misa saya tanya, “Kok tadi Surat Paulus kepada umat di Filipina? Harusnya Filipi”.

Dia menyanggah, “Gak ada itu Pastor. Di peta adanya Filipina. Saya tahu letaknya di atas Indonesia.”

Jawaban polos itu sungguh menggemaskan. Pikiran anak-anak memang tak terduga.

Masa Prapaskah tiba. Saya keliling misa sekaligus ibadat tobat. Sebelum misa ada seorang anak datang.

Dia mengeluh, “Pastor lagu-lagu di Puji Syukur untuk Masa Prapaskah susah-susah. Kami gak siap. Apa boleh kami menyanyi lagu yang sudah bisa?

“Oh, boleh saja. Yang penting semua anak bisa nyanyi”.

Misa dimulai. Mereka dengan semangat bernyanyi, “Gemuruh ombak menderu. Gelombang menuju pantai….” Waktu sampai refren mereka semangat bersahut-sahutan dengan kerasnya, “Cintailah.. Cintailah.. sesamamu… sesamamu. Seperti dirimu sendiri…”

Sungguh mengharukan antusias mereka tanpa pikir salah atau benar. Yang penting bisa kumpul dengan sukacita merayakan ekaristi bersama pastor.

Ada juga seorang anak berlutut di kamar pengakuan. Setelah mengucapkan dosa-dosanya, dia malah baik bertanya, “Tadi saya sudah menyebutkan dosa saya, kalau pastor dosanya apa?”

Saya bingung gelagapan tidak siap dengan pertanyaan polos itu. Dasar anak-anak.

Hari ini Yesus memarahi para murid karena menghalangi anak-anak datang kepadaNya. “Biarkanlah anak-anak itu datang kepadaKu! Jangan menghalang-halangi mereka! Sebab orang-orang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah”.

Memang secara tradisi Yahudi, anak-anak tidak mempunyai tempat dalam peribadatan. Anak-anak tidak diperhitungkan. Mereka dianggap hanya mengganggu saja. Maka para murid menghalau mereka.

Pengajaran, peribadatan, segala urusan tetek bengek itu adalah dunia orang dewasa.

Anak-anak belum waktunya. Tetapi bagi Yesus, anak-anak justru menjadi contoh bisanya masuk ke dalam Kerajaan Allah. Jiwa yang bersih, hati yang suci dan budi yang polos seperti merekalah yang bisa memiliki Kerajaan Allah.

Sudahkah kita membawa anak-anak semakin dekat dengan Yesus ?

Putih-putih melati
Merah-merah delima
Hati anak yang masih suci
Pasti disayang Bapa di surga

Berkah Dalem,

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here