KELEDAI dan macan berdebat tentang warna rumput. Keledai bilang rumput itu berwarna biru. Macan membantah dengan yakin bahwa rumput itu berwarna hijau. Karena tidak ada kata sepakat, mereka menghadap Raja Singa.
Keledai bilang, “Sang Raja, rumput itu biru kan?”.
Raja Singa menjawab, “Ya”.
Maka macan dihukum 1 tahun penjara. Keledai pun melonjak kegirangan.
Sebelum sampai di alun-alun yang penuh binatang hutan, macan kembali menghadap Raja Singa dan berkata, “Raja, rumput itu hijau kan? Kenapa saya dihukum?”.
Raja Singa bilang, “Kamu dihukum bukan karena warna rumput itu biru atau hijau. Kamu dihukum karena kamu berdebat dengan keledai bodoh itu. Makhluk pemberani dan pintar seperti kamu telah berdebat dengan seekor keledai bodoh dan dungu. Kalian datang ke sini untuk mendapatkan keputusan”.
Pesan moralnya: Hari-hari ini jangan berdebat dengan keledai bodoh. Pilihlah rumput yang baik. Atau kalian akan dihukum bertahun-tahun ke depan dan Si keledai akan melonjak girang.
Bacaan Injil hari ini, Yesus berdebat dengan orang-orang Farisi yang tidak paham tentang Bapa yang telah mengutusNya. Tidak akan sambung.
Bahkan Yesus dituduh kerasukan setan. Mereka tidak paham apa yang dibicarakan Yesus. Yesus berbicara tentang Bapa surgawi. Orang-orang Farisi bicara tentang bapa duniawi. Yesus mengenal Allah sebagai BapaNya.
Orang-orang Farisi tidak mengenal Allah yang adalah Bapa. Yesus yang adalah Putera Allah sudah ada sebelum Abraham. Orang-orang Farisi memandang Yesus menurut umur lahiriahnya yang belum sampai 50 tahun.
Debat tak berujung itu mencapai puncaknya ketika mereka mau melempari Yesus dengan batu. Karena akal tak mencukupi, mereka pakai “okol”, kekerasan. Demikianlah orang-orang yang tak berakal sering menggunakan “okol” atau kekerasan.
Orang-orang Farisi mau melempari Yesus dengan batu karena mereka tak mampu menandingi jawaban Yesus. Orang yang menggunakan kekerasan adalah orang yang mengalami ketakutan.
Orang-orang Farisi takut pengaruh Yesus menyebar kemana-mana. Orang banyak mempercayai Yesus sebagai nabi. Inilah ketakutan mereka. Berdebat dengan akal tidak mampu, maka mereka memilih dengan “okol”, melempari batu.
Anak-anak makan brangkal, berkumpul di Brongkol
Marilah berjuang dengan akal. Jangan memakai okol
Berkah Dalem,