Puncta 13.12.19 PW St. Lusia, Perawan dan Martir: Matematika Kehidupan

0
491 views
Rendah hati. (Ist)

Matius 11:16-19

Hiduplah tiap hari seperti rumus matematika :
Mengalikan (X) kegembiraan
Mengurangi (-) kesedihan
Menambahkan (+) semangat
Membagi (:) kebahagiaan
Mengkwadratkan (2) kasih sayang

Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus mengkritik sikap orang-orang yang menilai tindakan Yohanes Pembaptis dan Yesus hanya menurut kacamata mereka sendiri.

Yohanes hidup dengan sederhana dan miskin serta mati raga dituduh orang yang kerasukan setan.

Yesus dekat dengan orang miskin, makan dan minum bersama pemungut cukai dinilai pelahap dan peminum, sahabat orang berdosa.

Orang-orang itu tidak bisa menerapkan rumus matematika. Mereka tidak bisa mengalikan kegembiraan. Orang-orang itu tidak bisa mengalami kebahagiaan bersama mereka yang bahagia. Tetapi justru mencurigai dan berprasangka buruk terhadap orang lain.

Mereka menuntut orang lain untuk mengikuti kemauan mereka. Kalau mereka sedih, orang lain tidak boleh bahagia. Kalau saya menderita, orang lain harus ikut menderita. Tetapi kalau saya senang, nasib orang lain bukan urusan mereka.

Dengan sikap mereka seperti itu, orang tidak berusaha mengurangi kesedihan tetapi justru menambah beban penderitaan. Yang seharusnya mereka bisa menambahkan semangat kepada orang lain, tetapi justru merecoki dan mengganggu orang-orang di sekitarnya.

Orang yang berprasangka buruk terhadap orang lain, sebenarnya merugikan dirinya sendiri. Prasangka itu menjadi beban pikiran yang terus membelenggunya. Sehingga pikirannya menjadi sempit, egois dan tertutup.

Hari ini Gereja memperingati Santa Lucia, perawan dan martir. Nama “Lucia” berasal dari kata “lux” yang artinya cahaya, terang, sinar. Hidup Lucia menjadi terang dan cahaya bagi orang-orang di sekitarnya.

Keteguhan imannya kepada Yesus sungguh luar biasa. Ia berani mengikrarkan diri tidak menikah dan mempersembahkan hidupnya kepada Kristus sampai mati.

Sikap ini adalah sebuah sinar bagi kesalehan hidup Kristen.

Saking sucinya keteguhan Lucia, ia tegar menjalani penderitaan dan penganiayaan. Ia mati sebagai martir membela keyakinannya.

Namanya diabadikan dalam doa syukur agung pertama yang selalu disebut bersama orang-orang kudus lainnya.

Marilah kita menjadi terang seperti St. Lucia yang mampu menerapkan rumus-rumus matematika kehidupan di atas sehingga semakin banyak orang bersukacita, bersemangat, berbahagia dan mau berbagi dengan yang lain.

Membeli besek di Pasar Blok Q
Walau hidungku pesek, tetap menarik hati

Cawas, GT tegak menjulang

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here