“AKU tak sing ngalah, trima mundur timbang lara ati. Tak oyaka wong kowe wis lali, ora bakal bali.”
(Aku yang mengalah, akan mundur daripada sakit hati. Walau kamu kukejar terus, tapi kamu sudah melupakanku dan tak mungkin kembali lagi). Itulah sepenggal syair dari lagu Suket Teki. Lagu itu mengisahkan seorang lelaki yang memutuskan cerai karena ditinggal lari isterinya.
Seperti dilansir Merdeka.com, angka perceraian di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Menyedihkan sekali.
Angka perceraian tertinggi terjadi pada tahun 2012. Pada tahun tersebut, angka perceraian mencapai 372.557.
Dengan kata lain, terjadi 40 perceraian setiap jamnya di Tanah Air. Tahun 2013 lalu, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sudah mengabarkan soal angka perceraian di Indonesia yang menduduki peringkat tertinggi di Asia Pasifik.
Kota dengan gugatan cerai suami istri terbanyak ada di Banyuwangi. Sedangkan kota dengan putusan cerai terbanyak dalam kurun satu tahun adalah Indramayu.
Penggugat cerai terbanyak dilakukan oleh kaum isteri. Kasus perceraian dialami oleh pasangan berumur 35 tahun ke bawah. Data-data ini sungguh memprihatinkan kita semua.
Bacaan Injil hari ini berbicara tentang perceraian. Orang Farisi inginmencobai Yesus dengan pertanyaan, “Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?”
Yesus mengutip Kitab Suci yang menyatakan bahwa Allah menciptakan pria dan wanita. Pria akan meninggalkan ayah dan ibunya, dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.
Demikianlah mereka itu bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh dicerikan manusia.
Mengapa Musa mengijinkan bercerai? Yesus menjawab karena ketegaran hatimulah Musa mengijinkan cerai. Sejak semula tidaklah demikian. Ketegaran hati itulah yang membuat perceraian terjadi.
Seandainya orang masing-masing mempunyai hati yang lembut, tidak mungkin ada perceraian. Kelembutan hati, ketulusan, kerendahan hati, suka menolong dan mengampuni, tidak egois hanya mementingkan diri sendiri perlu dikondisikan dalam keluarga.
Semua pihak mesti ikut terlibat untuk menciptakan keluarga yang damai sejahtera. Panggilan kesucian itu adalah milik kita semua.
Suami istri bisa menjadi suci karena setia menghidupi keluarga dengan bertanggungjawab. Jangan lupa selalu berdoa bersama dalam keluarga.
Tetangga lembu namanya sapi
Teman kelinci namanya marmut
Jauhkanlah sikap tegar hati
Selalu ada jalan bagi hati yang lembut
Berkah Dalem,