ORANG disebut dewasa kalau dia bisa bertanggungjawab atas segala kata dan tindakannya. Keputusan yang dibuat bukan berdasarkan rasa senang tidak senang, emosional sesaat atau yang selaras dengan seleranya saja.
Ia memutuskan dengan dasar baik atau buruk dengan mempertimbangkan segala dampak dan risikonya. Yesus mengkritik orang-orang di sekitarnya yang tidak dapat menilai zaman. Orang mudah menilai hanya dari apa yang nampak di permukaan, yang lahiriah semata.
Yohanes Pembaptis dikatakan sebagai orang yang kerasukan setan karena berpuasa dan beraskesis sangat keras. Tetapi sebaliknya Yesus datang makan dan minum disebut sebagai seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa.
Menilai orang tidak hanya dari apa yang kelihatan sesaat saja. Yesus mengumpamakan mereka ini seperti anak-anak yang tak mampu memahami kehidupan. Maunya dipenuhi keinginannya. Kalau tidak, mereka akan merajuk.
“Kami meniup seruling tapi kalian tidak mau menari. Kami menyanyi lagu duka tapi kalian tidak menangis” demikian ratapan mereka. Marilah bersikap dewasa, tidak mudah merajuk, “mutungan” kalau keinginan kita tak sesuai dengan kenyataan di sekitar kita.
Realitas dunia ini lebih luas dan kompleks daripada keinginan kita yang sempit.
Ke pasar beli ijuk. Ijuk dipikul di kepala. Masih kecil suka merajuk. Kalau besar jadi anak manja. Berkah Dalem.