Puncta 20.11.20: Bangun Candi Sapta Arga

0
1,718 views
Ilustrasi: Candi Cetho. (Ist)


Lukas 19:45-48

CERITA wayang ini adalah cerita carangan, artinya tidak termasuk dalam kisah besar Mahabarata. Ketika Pandawa kalah bermain dadu, Negara Amarta dilanda berbagai masalah; kerusuhan, pembunuhan, korupsi, ujaran kebencian. Moral rakyat sudah bubrah.

Nilai-nilai luhur ditinggalkan. Manusia tidak lagi punya tata krama dan sopan santun.

Banyak orang atau kelompok memaksakan kehendaknya sendiri. Agama dijadikan payung untuk mengadu domba. Para pandita tidak mengajarkan kerukunan dan kedamaian, tetapi malah berebut mencari kursi kekuasaan.

Padepokan yang satu menyerang padepokan yang lain. Tempat ibadah bukan untuk sembahyang tetapi justru dipakai untuk konsolidasi politik. Keamanan dan kestabilan negara terganggu.

Melihat kondisi ini Arjuna merasa prihatin. Ia meminta nasehat Semar. Pamong Pandawa itu berkata, “Sistem pemerintahan seperti apa pun, kalau manusianya tidak “didandani” atau diperbaiki, maka akan sia-sia belaka.”

“Hayatilah nilai-nilai luhur yang telah dibuat oleh para pendiri bangsa. Jangan terpikat oleh ideologi-ideologi asing yang dibalut manis dengan ajaran agama. Praksisnya adalah dengan melakukan kebajikan, “tresnaa marang Gusti Allah kang Murbeng Jagat lan tresnanana pepadhamu kaya marang awakmu dhewe. (Kasihilah Tuhan pencipta alam semesta dan kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri).”

Itulah pesan Semar.

Niat Arjuna ini dihalangi oleh Kurawa yang didukung oleh seorang Pandita palsu dari luar negeri. Pandita ini ingin membunuh Pandawa dan mengganti ideologi Amarta.

Semar minta Hanoman untuk melawan Pandita yang menyebarkan kebencian dan permusuhan itu.

Ternyata dia adalah jelmaan dari sukmanya Dasamuka. Setelah dihajar Hanoman, Dasamuka dikalahkan. Pandawa akhirnya berhasil membangun Candi Sapta Arga.

Kisah pendek dalam Injil Lukas menggambarkan bagaimana Yesus mendefinisi ulang fungsi Bait Suci. Ia ingin Bait Suci kembali seperti fungsi semula yakni untuk berdoa, berjumpa dengan Allah, bukan sebagai sarang penyamun. Ia mengusir semua pedagang dari Bait Allah.

Apa artinya rumah doa atau tempat ibadah bagus dan megah tetapi kalau tidak dipakai untuk memuliakan Allah dan menghargai martabat manusia, maka itu hanya bangunan mati belaka.

Yesus ingin mengembalikan fungsi tempat ibadah itu sebagai rumah doa, bukan tempat mengadili orang lain, menghakimi sesama, menyebarkan ujaran kebencian atau mencari tunggangan politik atau kepentingan pribadi.

Mari kita sehati dengan Yesus.

Sudahkah kita membuat gereja menjadi tempat doa untuk memuliakan Allah dan menghormati sesama?

Ajining diri gumantung ana ing kedhaling lathi.
Martabat seseorang dinilai dari perkataannya.
Kalau mau memperbaiki akhlak anak negeri,
Tunjukkan dengan teladan hidup yang nyata.

Cawas, merubah diri sendiri…

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here