DALAM perjalanan pulang ke Kendal, saya singgah di Dampit untuk menengok keluarga yang sudah saya anggap sebagai orangtua sendiri. Ibu baru saja keluar dari rumah sakit di Magelang. Cerita “ngalor-ngidul” tentang hidup guyup rukun sebagai orang Katolik di tengah masyarakat. Bapak cerita kalau ada orang meninggal, beliau selalu datang ke pemakaman saat orang-orang sedang menggali kubur sambil membawa minuman dan ubi rebus. Itu selalu dilakukan setiap ada orang meninggal di kampung. Akhir-akhir ini sudah tidak bisa melakukan karena sakit pinggangnya sering kambuh dan tidak bisa duduk terlalu lama. Namun teladan itu selalu diingat warga. Sampai-sampai tokoh warga di situ yang notabene orang muslim memohon kalau bapak ibu meninggal harus dimakamkan disitu supaya warga mengingat beliau sebagai sesepuh (yang dituakan) atau panutan di kampung. Bahkan lokasi makam sudah dibuatkan.
Srawung masyarakat yang luar biasa tanpa sekat-sekat perbedaan. Sungguh memprihatinkan kalau agama akhir-akhir ini justru menjadi penghalang kerukunan.
Dalam Injil hari ini, Maria mengunjungi Elisabet yang sedang mengandung anaknya. Maria peka terhadap kesusahan sesamanya.
Pada masa tuanya, Elisabet mengandung dan sudah memasuki bulan yang ke enam. Selama kurang lebih 3 bulan Maria membantu Elisabet.
Kebaikan Maria itu juga dirasakan oleh anak yang ada di dalam rahimnya. “Ketika salammu sampai ke telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan”.
Kebaikan itu seperti melempar batu ke tengah telaga. Gelombang akibat lemparan batu itu akan melebar kemana-mana.
Salam dan sapaan Maria juga dirasakan oleh bayi yang dikandungnya. Tidak hanya di situ tetapi dunia merasakan sukacita karena Salam Maria.
Tahun ini Gereja KAS mengajak umat Katolik untuk srawung dengan sesama di sekitar kita. Kita harus berani keluar, tidak hidup sembunyi di istana emas yang megah tetapi berani keluar seperti “gembala berbau domba”.
Gereja dibangun megah seperti istana yang meninabobokan orang sehingga lupa untuk keluar srawung dengan masyarakat. Orang Katolik tidak boleh hanya jago kandang, nyaman tinggal di dalam gereja.
Orang suci tidak cukup hanya aktif di gereja tetapi dia harus bisa menggarami masyarakat. Jangan terjebak menilai kesucian hanya karena aktif menggereja tetapi juga harus dibarengi srawung di tengah masyarakat.
Maria memberi contoh srawung yang kongkret. Ia terlibat membantu saudarinya yang kesusahan karena akan melahirkan.
Ada banyak kegiatan masyarakat yang bisa kita ikuti; kerja bakti, ronda kampung, jimpitan, bantu-bantu orang punya hajat, kunjungan ke orang sakit/jompo dll. Marilah merajut kebersamaan dan kerukunan di tengah dunia yang sedang terkoyak-koyak ini. Tupai meloncat-loncat karena bingung.
Jatuhnya ditunggu seekor kalkun.
Marilah kita mengembangkan budaya srawung. Biar masyarakat hidup dengan rukun. Berkah Dalem.