SEORANG ibu dengan memelas memohon kepada suster kepala sekolah untuk menurunkan uang gedung anaknya.
Ia mengiba, “Tolonglah suster, kami ini keluarga tak mampu.”
Suster itu dengan ketus menjawab, “Kalau tak mampu kenapa mau masuk di sini? Ini sudah aturan kalau tidak mau mengikuti aturan ya silahkan cari sekolah lain.”
Ibu itu pulang dengan gontai. Sekarang anak yang tidak berhasil masuk di sekolah favorit itu menjadi penyantun anak-anak tak mampu. Ratusan anak kurang mampu dibiayainya agar bisa membekali diri untuk masa depan.
Dalam bukunya Imam Bukan Miliknya Sendiri, Kardinal Fulton Sheen bercerita tentang seorang anak yang dikeluarkan dari sekolah Katolik oleh seorang pastor dan seorang biarawati yang meyakinkan dia bahwa dia tidak akan pernah lagi masuk ke sekolah Katolik.
Kardinal membawa dia ke pastor dan biarawati tersebut dan mengingatkan mereka akan tiga orang anak laki-laki yang “buruk” yang dikeluarkan dari sekolah beragama: yang seorang karena membuat gambar saat pelajaran geografi, yang satunya lagi karena terlalu sering berkelahi, dan yang ketiga karena menyimpan buku-buku yang buruk di bawah kasurnya.
Mereka itu secara berurutan adalah Hitler, Mussolini dan Stalin.
Betapa bedanya mungkin sejarah dunia ini jika kepala sekolah dari ketiga pria ini mau di bawah bimbingan Allah, menerima lebih banyak penderitaan untuk membentuk mereka sebagai anak-anak!
Hanya karena ingin menegakkan sebuah aturan, kemanusiaan sering kali dikesampingkan. Sayangnya itu justru dilakukan oleh orang-orang yang mengemban tugas suci.
Injil hari ini berkisah tentang murid-murid Yesus yang memetik gandum pada hari Sabat. Orang-orang Farisi protes, “Mengapa mereka berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?” Yesus menjawab dengan telak, “Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat. Jadi Anak Manusia adalah Tuhan, juga atas hari Sabat.”
Hari Minggu kemarin kami belajar dari Mbak Inayah Wahid bagaimana Gus Dur memperjuangkan keadilan bagi mereka yang ditindas. Kelompok-kelompok minoritas dibela karena mereka mempunyai hak yang sama sebagai warga negara.
Kita yang mempunyai hak-hak istimewa (previlegi) harus menolong dan melindungi agar hak-hak orang kecil tetap terjamin.
Kita bersyukur mempunyai Gus Dur yang membela orang kecil dan menjunjung hak-hak kaum lemah. Aturan penting tetapi kemanusiaan harus lebih diutamakan.
Pagi-pagi membeli bubur
Dijual di pinggir jalan memakai tampah
Kita meneladan sikap Gus Dur
Berjuang membela orang kecil dan lemah
Berkah Dalem,