JUNKO Tabei, wanita pertama yang mencapai puncak tertinggi dunia Gunung Everest (8.850 mdpl) meninggal dunia pada usia 77 tahun. Ia sampai di puncak Everest pada 16 Mei 1975.
Dalam perjalanan karier petualangannya, Junko Tabei tercatat sebagai wanita pertama yang menaklukkan puncak Everest pada 1975 saat berusia 35 tahun.
Tabei telah mendaki lebih dari 150 gunung di tujuh benua. Gunung-gunung itu di antaranya Gunung Kilimanjaro di Afrika, Gunung Denali di Amerika Utara, Pegunungan Elbrus di Eropa, Gunung Aconcagua di Amerika Selatan, Pegunungan Carstensz di Australia, Pegunungan Vinson di Antartika, dan Gunung Everest di Asia.
Filosofi hidup yang dipegangnya adalah dia ingin hidup untuk sepenuhnya. “Saya ingin mendaki lebih banyak gunung,” katanya pada 1991 saat wawancara bersama AP.
“Renungkan, itu luar biasa. Kemudian kita akan mati.”
Keberhasilan seorang pendaki gunung bukanlah ketika ia berada di puncak, tetapi saat dia berhasil turun kembali sampai di bawah dengan selamat. Ada lebih dari 200 orang mati dalam upaya pendakian Mount Everest. Ada yang kehabisan oksigen, ada yang jatuh dari jurang, ada yang hancur terkena longsoran salju. Saking banyaknya yang gagal, Gunung Everest dikenal sebagai tempat pemakaman yang tragis.
Injil hari ini bercerita tentang para murid (Petrus, Yakobus dan Yohanes) diajak naik ke sebuah gunung yang tinggi. Di sana mereka mengalami konsolasi (sukacita rohani) yakni Yesus berubah rupa dan pakaianNya menjadi sangat putih berkilat-kilat. Saking bahagianya, Petrus ingin tetap tinggal di puncak gunung. Ia mau mendirikan tiga kemah.
Kok hanya tiga? Untuk Yesus, Musa dan Elia. Dia dan dua temannya mau tinggal dimana? Orang yang meluap bahagianya itu sering lupa diri. Ingat waktu Herodes saking gembiranya melihat anaknya menari di depan tamu-tamu terhormat? Ia lupa diri dan tak bisa mengontrol ucapannya. Yesus tidak ingin para murid terpesona dengan keadaan luar biasa itu. Ia mengajak mereka turun kembali.
Pesan dari surga itu jelas, “Inilah AnakKu terkasih, dengarkanlah Dia.”
Peristiwa transfigurasi itu didapat para murid untuk “icip-icip” dari buah memanggul salib. Keberhasilan yang sesungguhnya adalah ketika kita berani memanggul salib setiap hari di dunia nyata. Buah dari kesetiaan itu adalah kemuliaan dengan Yesus yang bangkit jaya.
Seperti seorang ksatria yang harus menjalani dharma di dunia. Begitupun kita diajak melakukan karya amal kasih kepada sesama kita. Memanggul salib itulah jalan menuju keselamatan kita.
Pagi-pagi naik ke puncak Merapi
Menikmati keindahan kota Yogyakarta
Jangan terkecoh oleh kebahagiaan rohani
Mengasihi dengan aksi nyata itulah tugas kita
Berkah Dalem,