Renungan Harian
Minggu, 02 Oktober 2022
Hari Minggu Biasa XXVII
Bacaan I: Hab. 1: 2-3; 2: 2-4
Bacaan II: 2Tim. 1: 6-8. 13-14
Injil: Luk. 17: 5-15
SAYA senang mendengarkan wayang kulit, sehingga hampir setiap hari saya mendengarkan wayang kulit meski sambil mengerjakan sesuatu.
Saya punya beberapa rekaman wayang kulit dan sekarang dipermudah dengan adanya YouTube yang juga menyediakan banyak rekaman pertunjukkan wayang kulit.
Saya senang mendengarkan wayang kulit karena banyak pesan-pesan kehidupan yang diwartakan. Walau di masa kini sering kali lebih banyak lagu dan “dhagelan” yang ditampilkan.
Salah satu tokoh yang menarik adalah punokawan (Semar, Gareng, Petruk dan Bagong) secara khusus Semar.
Semar adalah tokoh abdi (pembantu) dan sekaligus pamong (pengasuh dan penjaga) keluarga Pandawa.
Dalam sebuah kisah, saya lupa persis judulnya, Semar diminta untuk tinggal di Kerajaan Hastinapura. Semar dijanjikan berbagai macam hadiah baik itu berupa kekayaan maupun kedudukan.
Namun Semar menolak karena semua hal yang ditawarkan itu tidak menarik bagi Semar. Baginya yang utama adalah kesetiaannya mengabdi pada keluarga Pandawa.
Utusan Hastina mengatakan bahwa selama mengabdi keluarga Pandawa, Semar selalu miskin, dan tidak pernah mendapatkan kedudukan. Maka seandainya mau ikut ke Kerajaan Hastina hidup Semar dan keluarganya pasti berubah menjadi lebih makmur.
Semar mengatakan bahwa dirinya sudah mantap ikut keluarga Pandawa; walaupun dengan begitu dirinya tetap miskin. Semar bahkan menegaskan bahwa meski ikut keluarga Pandawa dirinya hanya bisa makan sehari sekali dan harus menderita, namun ia tetap lebih senang dan setia pada keluarga Pandawa.
Alasan utamanya adalah bahwa dengan mengabdi keluarga Pandawa, dirinya merasa damai, tenteram dan bahagia. Perasaan itu jauh lebih berharga dari semua barang mewah dan kedudukan.
Kesetiaan Semar mengabdi Pandawa dengan segala penderitaan dan kesulitan yang dialami dan tidak silau dengan tawaran kenyamanan dan kemewahan mengajarkan pada saya tentang sikap seorang beriman.
Beriman berarti menyerahkan diri sepenuhnya pada Allah. Beriman pertama-tama sebagai tanggapan atas pengalaman cinta Allah yang begitu besar; bukan supaya mendapatkan kemewahan atau kedudukan.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Lukas, Yesus menegaskan sikap seorang beriman adalah sikap seperti hamba yang setia pada Tuannya.
“Kami ini hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan.”