Rahasia di Balik Romo Prof. Dr. N. Drijarkara SJ: Dokumen Lusuh Pembuka Misteri (8)

0
1,208 views

AWALNYA, Mbak Wati sendiri sebenarnya tidak terlalu mengerti tentang Romo Drijarkara dan bagaimana hubungan keluarga dengannya. Semua itu terjadi secara kebetulan (menurut cerita mbak Wati) ketika selesai peringatan 40 hari menginggal ayahnya (Pak Polisi Soemarjo), maka untuk keperluan pengurusan pensiun dicarilah dokumen yang disimpan oleh Pak Polisi itu. Diperiksa kertas satu persatu, dan betapa terkejut ketika ia menemukan selembar ketas yang warnanya sudah kumal coklat dengan tulisan: Sedjarah aloeran saking MATARAM: Kandjeng Soesoehoenan Hamangkoerat Ingkang Soemare ing Tegalaroem (Sejarah silsilan dari MATARAM: Kanjeng Sunan Hamangkurat yang disemayamkan di Tegalarum).

Untuk menguatkan kebenaran silsilan itu maka Bupati Purworejo yang sudah pensiun tahun 1934 menulis di bawah silsilah itu sbb:

“Sampoen koela tingali sedojo poenapa ingkang kasebat sedojo leres, Sarto Wirjosendjojo ingkang damel asal-oesoel poenika taksih pernah paman koelo kaping tigo gajoetan saking Bajoeoerip, Bedoeg, Tanggoeng sarto Loano. Saking Pemanggih koela waoe Wirjosendjojo taksih gadah titel RADEN, saktoeroenipoen. (Koela Boepati Pensioen Poerworedjo, Raden Mas Toemenggoeng Harjo TJOKRONEGORO. Poerworedjo, 23 Maart 1934.”

Artinya: “Sudah saya memeriksa semua yang disebutkan itu semuanya benar, serta Wirjosendjojo yang membuat asal-usul itu masih berhubungan sebagai paman saya pada tingkat ketiga menurut garis keturunan dari Banyuurip, Bedug, Tanggung dan Loano. Menurut pendapat saya tadi Wirjosendjojo masih mempunyai gelar RADEN, beserta semua keturunannya. (Saya Bupati Pensiun Purworejo, Raden Mas Tumenggung Haryo Cokronegoro. Purworejo, 23 Maart 1934).”

Silsilah itu sendiri berhenti pada diri pembuatnya dan keturunan, yaitu Raden Wirjo Sendjojo, Glondong Kedunggubah yang mempunyai 10 anak.

Anak ke-5 Rgt Pondijah adalah ibu dari Polisi Soemarjo (ayahnya Mbak Watik). Tetapi begitu melihat silsilah itu, Mbak Wati tertegun lama dan menjadi terang benderang semuanya hubungan kekeluargaan dengan Keluarga Besar Romo Drijarkara SJ, Sr. Emmanuela Sahati PBHK dan Sr. Teresia ADM.

Mbak Wati menyambung sendiri silsilah keluarga itu yang masih ia ketahui dengan baik. Romo Drijarkara tidak lain adalah anak dari adiknya Pak Glondong itu. Sedangkan para Suster itu adalah Keponakan dari Sang Romo.

Ketemu tanpa sengaja

Mbak Wati medapat kesan bahwa dokumen itu sengaja disembunyikan dari anak-anaknya oleh Pak Polisi Soemarjo supaya mereka tidak tahu asal-usul mereka yang sebenarnya. Namun setelah beliau meninggal, kebetulan dokumen itu tidak terbuang ke tempat sampah atau 1.001 kemungkinan lain (dimakan rayap, sudah tak terbaca dst).

Ternyata plastik yang saya lihat membungkusnya itu baru dilapiskan oleh Mbak Watik tahun 2004 dari dokumen yang dibuat tahun 1934. Jadi selama itu kertas itu telanjang tanpa plastik dan terlipat begitu saja. Untunglah tidak rusak.

Maka sungguh luar biasa karya Allah. Ia mengingat hamba-Nya yang rendah hati itu (Sang Romo) dan mengangkatnya supaya dikenangkan oleh para generasi kemudian. Bukan demi kebesaran nama Sang Romo dan bukan kehendaknya, melainkan Ad Maiorem Dei Gloriam (demi Kemuliaan Allah yang semakin besar).

Pengalaman iman

Saya melihatnya dengan kacamata iman seperti itu. Saya sungguh terharu bersentuhan dengan misteri ini. Belum lagi pertemuan saya langsung dengan Romo Gregorius Budi Subanar SJ untuk membicarakan Sang Romo ini. Walaupun melalui sarana demam berdarah dan sebagainya. Tidak apa-apa.

Semoga demi Kemuliaan Allah yang diluhurkan dalam diri hamba-Nya Djentu itu. Gloria Dei vivens homo (kemuliaan Allah adalah manusia yang hidup) kata Santo Irenaeus. Dan Romo Drijarkara telah menampakkan kemuliaan Allah bagi sesamanya. Maka menjelang satu abad diciptakannya atau hari lahir Sang Romo ini, Allah membuat keajaiban-keajaiban yang besar demi Gereja di Purworejo yang menjadi asal kelahiran Sang Romo.

Masih ada hal-hal gelap tentang Sang Romo yang belum diketahui. Romo Budi Subanar SJ sendiri masih akan mencari di Muntilan tentang data permandian Sang Romo.

Pak Markus Sumartono juga  menyangka (seperti saya semula) bahwa mungkin Sang Romo dibaptis di HIS Bruderan Purworejo. Tetapi Mbak Wati sendiri sepertinya ingat bahwa keluarga Raden Atma Sendjaja (orangtua Sang Romo) sudah lebih dahulu menjadi katolik. Kalau begitu mungkin Si Djenthu dibaptis di Kedunggubah waktu kecil.

Perlu diketahui bahwa depan rumah keluarga Sang Romo itu yang sekarang ini adalah sekolahan, dulunya gereja. Karena cintanya akan pendidikan, maka tempat itu dijadikan sekolah dan banguna gedung gereja pindah di tepat lain yang sekarang ini. Padahal  pemandangan dari tempat gereja yang dulu itu menghadap Pegunungan Menoreh yang luas membentang ke depan tanpa hambatan apa pun dan Gereja memang dulunya di situ.

Romo siapa yang dari tahun 1913 san itu sudah blusukan sampai di Kedunggubah dan bisa menghasilkan seorang Profesor Driyarkara? Ini tugas yang perlu ditelusuri dan sungguh merupakan bagian penting dari permulaan Paroki Purworejo. (Selesai)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here