Raker Komisi Komsos KWI dan Komsos Keuskupan Indonesia: Bijak Gunakan Teknologi Informasi (1)

0
866 views
Mgr. Petrus Turang. (Mathias Hariyadi)

MARI menggunakan semua sarana teknologi komunikasi modern zaman ini secara arif dan bijak. Demikian arahan Ketua Komisi Komunikasi Sosial (Komsos) KWI Mgr. Petrus “Piet” Turang saat membuka rapat kerja Komisi Komsos KWI bersama para Ketua Komsos Keuskupan-keuskupan se Indonesia di Kantor KWI, Jakarta Pusat, Rabu 23 September 2015. Menurut Uskup Agung Keuskupan Kupang di NTT ini, perlu memiliki semangat rendah hati agar jangan sampai terperangkap pada kesombongan mampu menggunakan peralatan komunikasi canggih dan modern sesuka hati.

Pada bagian ini, Mgr. Turang menyinggung apa yang dia sebut sebagai culture of waste. Yakni, kecenderungan orang untuk gampang gonta-ganti gadget komunikasi. Begitu muncul HP terbaru dan tercanggih, maka segeralah orang buru-buru ‘membuang’ HP lamanya dan kemudian berganti dengan yang lebih baru, lebih canggih dan modern.

Secara ekonomis, culture of waste itu memang menguntungkan dunia usaha. Utamanya, produsen HP dan jaringan seluler yang menjadi operator jaringan komunikasi. Namun, katanya lebih lanjut, budaya ‘gampang buang dan ganti baru’ ini juga bisa ‘melukai’ alam, karena menjadikan barang-barang itu sebagai usang, tak terpakai dan lantas dibuang begitu saja.

Raker Komisi Komsos KWI bersama para mitranya yakni para pelaksana Komsos Keuskupan-keuskupan di Indonesia ini didesain sebagai ajang sharing bersama. Bukan laporan, melainkan forum pembelajaran bersama. “Ini adalah forum kita bisa saling menimba pengalaman dan peluang untuk bisa belajar bersama-sama,” kata Mgr. Piet Turang.

Pengalaman pribadi

Tahun-tahun pertama sebagai Uskup Diosis Kupang, ujarnya, dia sempat membawa PC dan memberikannya ke setiap paroki yang dia kunjungi. Namun dia lupa bahwa di paroki tersebut, waktu itu, belum ada koneksi telepon dan apalagi jaringan internet. “Jadi, ya mubazir saja,” kata Mgr. Turang.

Belajar dari pengalaman sederhana itu, kata dia, perlulah ada kesiapan teknis dan mental untuk setiap kali memperbarui diri dengan alat-alat komunikasi modern dan terkini. Kalau tidak, ya mubazir dan tanpa sadar menambah daftar panjang budaya ‘main buang’ itu.

 Ingatlah tiga hal penting

Pada kesempatan sama, pakar dunia iptek Prof. Eko Indrajit menggugah kesadaran para peserta Raker Komsos KWI bersama mitranya dari semua Keuskupan di Indonesia akan tiga hal penting.  Yakni, people, process dan technology.

 Komunikasi itu sangat berpengaruh, demikian papar Eko Indrajit.  Oleh karena itu, IT akhirnya berkembang menjadi ITC (Information Technology and Communication). Kementrian pun berubah; dari Kementrian Teknologi dan Informasi menjadi Kementrian Teknologi Informasi dan Komunikasi.

Pada zaman sekarang, para guru mengalami ketakutan,  karena para muridnya selalu memegang gadget dan untuk semua kegiatannya selalu memakai gadget. Oleh karena itu, orangtua harus bersikap open minded, open heart. “Kita tidak bisa melepaskan diri dari itu semua. Tuhan ada dan hadir dimana-mana, maka di gadget pun Tuhan ada. Di situlah kegembiraan dan sukacita berada,” kata suami penyanyi Lisa A. Riyanto ini.

Permainan pada zaman dulu sudah tidak dikenal dan dilakukan oleh anak zaman sekarang. Namun, begitu mereka bisa mengenal permainan masa lalu, mereka bisa menikmati permainan masa lalu. Oleh karena itu, sekarang sudah banyak permainan masa lalu yang dihadirkan.

Saat ini, kata dia, jumlah HP yang beredar rupanya sudah melebihi jumlah penduduk di Indonesia. Rata-rata anak-anak menggunakan waktunya lebih dari 3 jam perhari untuk berkutat dengan HP-nya.

Data tahun 2012 yang paling banyak dipakai adalah FB, Twiter, Google. Namun, anak-anak tidak suka bila prangtuanya ikut nimbrung dalam jaringan pertemanan mereka di FB dan kemudian ikut berkomentar mengenai statusnya di jaringan FB tersebut.

Tiga kelompok penentu masa depan

Kurun waktu 10 tahun kedepan, akan ada tiga kelompok yang akan menguasai dunia maya yaitu kaum muda, perempuan dan netizen. Kini semua transaksi sudah memakai internet dan yang paling banyak melakukan kegiatan ini adalah kaum perempuan.

Dulu,  orang menyampaikan pesan melalui  pengeras suara. Sekarang pun, kita ingin menggiring orang lain agar melakukan apa yang kita inginkan. Oleh karena itu, pemahamannya akan semakin sulit dibandingkan dengan yang dulu.

Bila kita lihat chanel tv, padazaman sekarang sudah sangat banyak channel yang ada dan dalam satu rumah bisa lebih dari 1 tv. Namun, dalam perkembangan zaman, ternyata channel tv bisa dilakukan melalui HP, iPad dan tab dengan channel yang sangat banyak.

Jadi, kecenderungan sekarang adalah sebagai berikut:

  • One to one: sms sampai sekarang masih dipakai. Yang dirugikan, tidak ada lagi kartu lebaran, kartu natal, kantor pos jadi sepi pelanggan.
  • One to many.
  • Many to one.
  • Many to many.

Bagi anak-anak sekarang, konsep teknologi sudah ada sebelum mereka lahir, sedangkan untuk orang-orang dulu, terbalik.

Bila seorang guru meminta anak-anak untuk melihat definisi tentang biologi, maka anak akan dengan mudah mendapatkannya melalui internet. Namun, bila diminta penjelasan tentang definisi, akan membuat anak berpikir.

Demikian juga bila seorang guru meminta anak mencari data tentang tanggal lahir dan tempat lahirnya, maka dengan sepintas dia akan bertanya pada ibunya untuk memberi tahu dan setelah itu dia akan langsung bermain. Tidak ada komunikasi. Lain halnya bila dia diminta untuk mengetahui bagaimana perasaan ibunya ketika melahirkan, maka di situ akan terjadi komunikasi yang baik antara anak dengan ibunya.

Kehadiran FB  telah membawa banyak hal positif dan negatif. Dari hasil penelitian, maka muncullah gejala sebagai berikut:

  • Mass customization
  • Mass personalization

Massif = yes. Personal = yes.  Dampaknya orang bermain Tweeter. Yang duluan akan mampu mempengaruhi yang lain: follower. Jadi, orang bisa mentwit for everything.

Saat ini, yang mempunyai follower terbanyak adalah Raditya, seorang komikus. Alasannya adalah keresahan anak-anak sekarang. Mereka tidak menemukan soluso problemnya  dari orangtuanya, dari temannya, tapi mereka menemukan yang mereka cari ada di komik dan novelnya Raditya, meski tidak ada yang spesial.

Jumlah pemakai

Banyak orang masih aktif menggunakan FB untuk berselancar di panggung virtual.

  • Tahun 2007: orang memakai FB untuk menemukan teman lama.
  • Tahun 2008: orang menggunakannya untuk main game
  • Tahun 2009: orang mengintip temannya lagi berbuat apa/
  • Tahun 2010: orang memanfaatkan FB untuk mencari teman baru.
  • Tahun 2011: orang memanfaatkan FB sebagai ajang reuni.

Orang memakai google

Istilah katolik ternyata di situs internasional muncul  3,4 juta. Namun di situs Indonesia hanya 52.000 dan dari 52 ribu ini yang terbanyak dari situs kampus.

Di Facebook, ada akun  Yesus yang lebih banyak memberi nasihat. Herannya, ketika ada yang mengeluh ke akun tersebut, dalam waktu singkat sudah ada jawabannya.

Mereka mendapat sumber infornasi tentang katolik di rumah, sekolah rumah publik, dunia maya.

Di YouTube: yang dimuat adalah cara, yang terlihat yang ditiru. Bila kita mengetik “debat” yang paling banyak keluar adalah debat Kristen – Islam

Di Detikcom: yang terkenal, yang dipercaya. Yang dilarang, maka itulah yang dicari: ada di Torrentz.

Oleh karena itu, siapa yang bisa dipercaya: rumah, sekolah, rumah publik, dunia maya?

Social networking, chating, blogging, browsing, mailing list yang sering dipakai anak sekarang daripada email.

Kenali lawan bicara dan sesuaikan model komunikasi

Karena lawan bicara heterogen, maka model komunikasi pun harus multi kanal, lintas generasi, nir batas ruang dan waktu, dinamika konvergensi tanpa henti.

Anak-anak dikatakan tidak pernah membaca ‘koran’, karena kita tidak pernah menghadirkan koran secara fisik. Intinya harus ada keseimbangan dan pendampingan. Penggunaan teknologi bisa dilakukan untuk kebaikan dan kejahatan, dan oleh karena itu harus ada keseimbangan.

Bagi anak-anak perlu ada pendampingan

What would Jesus tweet? Untuk apa teknologi bagi kita ketika Jesus men-tweet kita?

Diskusi

RD Yohanes Baptista KotenDi Kupang 3 tahun lalu ada masukan dari Pak Eko. Perilaku anak-anak bila mengalami masalah personal, masuk kamar. Semakin kita terbuka itu semakin baik. Apakah ini akan semakin rumit untuk ke depannya?

Jawab: Ciri khas katolik itu adalah kasih. Namun tidak ada yang bisa memfilter lagi karena semua serba terbuka. Di Tiongkok ada 35 ribu setiap hari memelototi internet yang akan menutup semua situs yang memang dilarang.

Bagaimana filter diri itu bisa dibentuk. Bila ketika remaja tidak pernah merasa dicintai, maka dia akan selalu mencari rasa cinta itu pada orang lain. Orangtua sekarang banyak yang memfoto kandungannya dengan gadget, dan nantinya akan diperlihatkan pada anaknya ketika mereka bertengkar. Kebanyakan, foto itu tidak diperlihatkan pada anaknya. Ketika sudah dewasa, banyak gunanya internet dan bahkan ketika sudah meninggal sehingga akan menjadi nyata ketika kita akan menghidupkan orang “hidup seribu tahun lagi”.

Pak Windy Subanto: Minat orang membaca sangat menurun dan ini ditangkap oleh media yang tidak menyajikan tulisan panjang, tapi tulisan yang singkat, padat. Pengalaman menulis di media di Padang, tidak pernah dimuat di media local. Tapi tulisan ‘meme’ yang singkat justru banyak diikuti orang di Facebook. Yang model begini bisa bertahan sampai kapan?

Jawab: yang penting adalah ‘core massege’ yang akan disampaikan. Jadi tulisan yang penting adalah inti dari tulisan itu. Konteks dan tujuannya apa dan disesuaikan dengan media yang akan dituju. Apa tujuan dari membaca atau menulis itu. Jadi sekarang, intinya “meme” di depan, baru penjelasannya di belakang.

Fr. Mike MuliatStatus yang positif di FB tidak banyak orang kasih komengtar. Namun, ketika  gambar yang dimuat, banyak sekali tanggapannya. Di pedalaman, komunikasi sangat lamban karena tidak ada signal.

Jawab: fenomena FB  muncul karena manusia adalah makhluk sosial. Orang membuat FB,  karena ingin eksis. Foto ramai-ramai yang akan dilihat adalah foto diri sendiri. Dengan demikian dia dianggap ada. FB di Indonesia sangat fenomenal, dan sangat banyak berteman karena selalu ingin dianggap eksis.

Ini berbeda dengan di Amerika dan di Jepang, karena budayanyag individual dan penekanan tidak berbicara dengan orang asing. Semakin banyak orang itu punya teman, semakin kecil kemungkinan dikonfirm pertemanannya karena dianggap tidak akan mendapat perhatian nantinya.

Di pedalaman, yang menghalangi komunikasi adalah listrik yang sering padam. Di Indonesia yang sering tidak ada atau kurang signal adalah di tempat yang luas dan banyak penduduknya karena dianggap rugi.

Kesimpulan yang disampaikan moderator: maka penting kita bisa memahami dampak teknologi dengan open mind open heart dan kita harus tahu lawan bicara kita untuk mendapatkan model komunikasi. (Baca:  Raker Komisi Komsos KWI dan Komsos Keuskupan Indonesia: Memanfaatkan Media untuk Pewartaan (2)

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here