MINGGU, 13 Maret 2016 di Sasana Harjuna Gombong, tampak beberapa tamu sudah hadir. Pak Sugeng sebagai Ketua CU Artha Swadaya menjadi orang tersibuk di hari itu. Ketika saya masuk dan menandatangani daftar hadir, tampak bangku-bangku masih kosong. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 08.10 menit, lebih 10 menit dari yang tertera dalam undangan. Kurang lebih pkl. 09.00 acara baru dimulai, itu pun bangku-bangku di depan masih tampak kosong.
Acara dibuka dengan doa, menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mars CU. Setelah itu mulailah dengan sambutan-sambutan yang cukup panjang. Mulai dari Sambutan Ketua CU, Sambutan dari Penasihat CU, Sambutan dari perwakilan dinas koperasi, Sambutan dari paguyuban CU Kab. Kebumen.
Peserta yang hadir cukup banyak. Mereka adalah perwakilan dari masing-masing tempat pelayanan seperti Supiuh, Karanganyar, dan Gombong sendiri. Semakin tampak lagi karena peserta yang merupakan perwakilan itu sudah dipilih berdasarkan kriteria tertentu oleh panitia. Di antara kriteria itu adalah anggota berprestasi, yaitu yang secara tertib membayar iuran maupun dalam memberikan setoran pinjaman. Mereka diapresiasi oleh panitia dengan diberikan hadiah atau doorprize.
Sambutan Romo Bambang sebagai Penasihat CU diwakili oleh Ketua Komisi PSE Keuskupan Purwokerto. Tanpa basa-basi, Romo yang satu ini langsung mengungkapkan data terkait CU-CU yang ada di wilayah Purwokerto, Pantura, dan sekitarnya. Ini dimaksudkan sebagai pembanding dimana ada CU yang memiliki kekurangan, tetapi ada pula CU yang memiliki kelebihan.
“Saya melihat dan membaca dalam buku RAT yang dicetak tahun ini, tampak di sana bahwa CU ini di tahun 2015 mengalami efisiensi yang cukup besar terurama dari segi beaya yang dikeluarkan untuk rapat-rapat dan untuk operasional terutama honor karyawan. CU ini juga memiliki kemampuan dalam pemeliharaan aset yang cukup tinggi. Cek dalam daftar inventaris barang-barang kantor yang dirinci dengan sedemikian detail,” kata sang romo.
“Namun demikian, kendati CU ini telah memiliki anggota lebih dari 2000 dan aset lebih dari Rp 8 miliar, di tahun 2015 justru mengalami penurunan jumlah anggota. Ini perlu mendapat perhatian serius dari pengurus, ada apa dengan hal ini? CU ini juga mengalami presentasi kredit macet yang cukup tinggi yaitu 38%. Ini perlu mendapatkan perhatian serius dari pengurus, pengawas, maupun pengelola atau pihak managemen. Selain itu, tampak pula dalam buku bahwa pelatihan-pelatihan atau pendidikan-pendidikan di tahun 2015 juga banyak mengalami kekosongan. Ini menimbulkan pertanyaan, ada apa?,” tandasnya lagi.
Sesuatu yang menyentil juga disampaikan oleh perwakilan dinas koperasi yang memberikan sambutan. Masukan beliau adalah supaya status badan hukum koperasi Artha Swadaya di tingkat dari tingkat kabupaten ke tingkat propinsi. Hal ini guna melayani anggota-anggota yang berada di luar Kabupaten Kebumen yaitu di Kabupaten Banyumas, di Sumpiuh.
Dalam hal pembayaran iuran wajib, anggota mengalami stagnasi dalam pembayaran iuran wajibnya. Atau ada kesan, mau setor kalau mau pinjam. Kunci keberhasilan koperasi adalah memisahkan antara harta pribadi dengan harta koperasi. Ada tiga hal yang sangat penting diperhatikan dalam pengelolaan sebuah koperasi, yaitu Menyimpan, Meminjam, Mengangsur (3M).
Berdasarkan Undang-undang Perkoperasian No. 10 Tahun 2012, nama koperasi minimal tiga kata. “Koperasi Artha Swadaya ini baru dua kata,” kata beliau.
Hal ini sontak dijawab pengurus dengan mengatakan, ”CU itu sendiri menjadi nama, Pak. Jadi sudah empat kata.” Beliau masih menambahkan bahwa di dalam koperasi tidak boleh ada pengurus atau pengawas atau pengelola yang bersaudara. Pengurus dan pengawas tidak boleh merangkap kepengurusan di CU yang lain.
Daftar hadir anggota harus sama dengan peminjam. Tidak boleh ada pembedaan antara anggota pendiri, anggota luar biasa, dls. Ada sertifikasi atau uji kompetensi untuk para manager. Ini bisa diikuti untuk meningkatkan kualitas pelayan koperasi.
Sebelum sessi dilanjutkan dengan laporan pertanggungjawaban oleh pengurus dan pengawas, diadakan persetujuan dari peserta mengenai tata tertib sidang. Ada salah satu peserta yang maju menyampaikan ketidaksetujuannya mengenai Rapat Anggota Tahunan Luar Biasa yang ketentuannya dicantumkan dalam buku.
Bapak ini beralasan bahwa RAT saat ini adalah biasa, bukan yang luar biasa. RAT juga dihadiri oleh anggota, padahal dalam kenyataannya dihadiri oleh perwakilan anggota. Hal ini diamini oleh pengurus atau dengan kata lain, pengurus menerima usulan dari anggota soal tata tertib sidang.
“Apakah Anda setuju laporan dibacakan semua, atau cukup poin-poin pentingnya saja?” tanya pemimpin sidang.
“Tidak usah semua dibacakan,” teriak peserta sidang serentak.
Acara kemudian dilanjutkan dengan laporan pertanggungjawaban pengurus dan pengawas serta perencanaan untuk program ke depan.
Domine Ad Quem Ibimus,
Stef Pr- Ketua Komisi PSE/APP KPA