MAYORITAS warga dunia kini hidup dalam era digital dan revolusi teknologi informasi serta komunikasi. Mereka menggunakan media sosial. Lewat itu sebagian orang ingin dirinya dikenal.
Ukuran yang dipakai adalah reaksi dan komentar atas produk media sosialnya. Makin banyak yang “like” berarti makin baik; dan sebaliknya. Orang lupa tujuan atau misi hidupnya.
Memang, segala yang tampil di muka umum bisa mengundang reaksi dan komentar. Wajar, jika yang dilakukan Tuhan Yesus juga menghadapi yang sama.
Setelah Yesus mengusir setan yang membisukan dan membuat yang dirasuki bicara kembali, muncul dua reaksi dan komentar.
Orang yang terheran-heran berkata, “Hal semacam itu belum pernah dilihat orang Israel.” (Mat 9: 33).
Sedang orang Farisi berkomentar miring, “Dengan kuasa penghulu setan Ia mengusir setan.” (Mat 9: 34).
Menarik, Tuhan Yesus tidak menggubris kedua komentar itu. Dia melanjutkan karya-Nya: mengajar di rumah-rumah ibadat, mewartakan Kerajaan Surga dan melenyapkan segala penyakit serta kelemahan (Mat 9: 35).
Lebih dari itu, hati-Nya tergerak oleh belas kasih melihat orang banyak yang lelah dan terlantar seperti domba tanpa gembala (Mat 9: 36).
Dia datang untuk melakukan kehendak Allah, Bapa-Nya. Selama itu telah dilaksanakan secara baik, cukuplah. Dia fokus pada misi-Nya.
Sejauh mana aku fokus pada misi dan panggilan hidupku?
Ataukah aku sibuk dengan reaksi dan komentar?
Selasa, 5 Juli 2022