Redup

0
707 views
Ilustrasi - Lampu dengan sinarnya yang redup. (Ist)

Renungan Harian
Senin, 20 September 2021
PW. S. Andreas Kim Taegon, Imam dan Paulus Chong Hasang Martir Korea
 
Bacaan I: Ezr. 1: 1-6
Injil: Luk. 8: 16-18
 
“AKU tidak tahu dengan apa yang terjadi pada diriku. Rasanya aku seperti orang yang membawa cahaya besar dalam gelap. Tetapi tidak ada satu pun yang melihat cahayaku.

Aku telah berusaha sekuat tenaga untuk memancarkan sinar yang paling terang, tetapi kenapa tidak ada orang melihat terang itu.

Rasanya aku telah melompat dari tempat gelap yang satu ke tempat gelap yang lain untuk memancarkan terangku, tetapi di tempat-tempat gelap itu tidak ada orang melihat terangku.

Aku merasa di tempat-tempat itu aku tidak ditolak, bahkan aku merasa bahwa mereka membutuhkan cahayaku. Tetapi mengapa mereka tidak melihat terang itu. Aku tidak tahu, apakah mata mereka yang tertutup sesuatu sehingga tidak dapat melihat cahayaku, atau aku yang sudah tidak memancarkan sinar lagi.
 
Aku mempunyai daya luar biasa yang mampu memancarkan cahaya terang.

Aku diasah dan didorong agar memancarkan sinar itu agar menjadi cahaya yang menerangi. Dengan kesadaran penuh dan kerelaan untuk berbagi cahaya, aku memancarkan sinarku.

Pada masa itu, semua orang senang dengan cahayaku yang menerangi mereka dan bahkan bukan hanya sekedar menjadi penerang, cahayaku mampu menghangatkan mereka.

Pengalaman itu membuatku terdorong untuk terus memacarkan sinarku.

Aku telah melompat dari tempat yang satu ke tempat yang lain.

Bahkan aku mulai yakin untuk melompat ke tempat-tempat yang lebih luas, sehingga sinarku semakin memberikan cahaya kepada banyak orang, bahkan aku diantara cahaya-cahaya yang lain, aku memberikan daya yang lebih besar.

Untuk itu, aku rela meninggalkan tempat-tempat kecil yang membutuhkan cahayaku agar dayaku terkonsentrasi untuk di tempat-tempat yang besar.
 
Namun kini orang tidak lagi melihat cahayaku meski aku sudah sekuat tenaga menguras dayaku.

Di tempat-tempat yang kecil pun sekarang orang tidak lagi melihat cahayaku. Saat aku menawarkan cahayaku, orang justru mencari terang, karena mereka tidak merasakan cahayaku.

Betapa sedih dan berontak diriku saat ada seseorang yang mengatakan bahwa aku sudah tidak memancarkan cahaya lagi. Aku menolak pernyataannya karena aku yakin bahwa aku masih memancarkan sinar yang menerangi dan menghangatkan.

Orang lain lagi mengatakan agar aku diam, jangan memancarkan sinar dulu, membiarkan diriku menemukan dayaku lagi.

Aku selalu berontak karena aku tidak kehilangan cahaya.
 
Kini aku terpukul, aku depresi; bagaimana mungkin aku yang mempunyai daya luar biasa untuk memancarkan cahaya yang bukan saja menerangi tetapi juga menghangatkan banyak orang, sekarang tidak ada sumber daya lagi.

Jangan-jangan benar kata temanku, aku terpukau memancarkan cahaya sehingga tertutup pada daya yang baru dan segar. Ketertutupanku membuat dayaku yang luar biasa habis sementara tidak ada daya yang baru dan segar mengalir dalam diriku,” seorang bapak mensyeringkan pengalamannya.
 
Sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Lukas, mengingatkan kita akan keterbukaan diri untuk selalu dibaharui.

Satu pihak tidak menutup diri untuk memancarkan sinar tetapi di pihak lain tidak menutup diri untuk selalu menyerap daya baru dan segar.

“Karena itu perhatikanlah cara kalian mendengar”.
 
Bagaimana dengan aku? Sejauh mana aku selalu terbuka untuk memperbaharui diri?
 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here