Refleksi atas Hidup dan Perjuangan Romo Mangunwijaya

0
1,127 views
Buku "Gelora Hari Romo Mangunwijaya, Pilihan Hidup Seorang Katolik".
  • Judul Buku : Gelora Hati Mangunwijaya, Pilihan Hidup Seorang Katolik.
  • Penulis: Martinus Joko Lelono Pr disertai Nihil Obstat dan Imprimatur.
  • Penerbit: PT Kanisius.
  • Jumlah halaman: 150 hlm.

Kasih Allah yang dia yakini dia nyatakan dalam bentuk keberpihakan kepada kelompok masyarakat yang tersisih. Ia begitu dekat dengan Tuhan, sosok imam sederhana dan imam yang sangat taat.

(Mgr. Ignatius Suharyo saat homii perayaan ekaristi pemberkatan jenazah Romo  Mangunwijaya Pr di Gereja Santo Fransiskus Xaverius Kidul Loji Yogyakarta).

YB Mangunwijaya Pr (1929-1999) adalah sosok pastor diosesan Keuskupan Agung Semarang (KAS). Almarhum dikenal sebagai rohaniwan, arsitek, pemikir, budayawan, sastrawan dan pembela rakyat kecil.

Perhatiannnya pada warga di bantaran Kali Code dan Kedung Ombo memberikan inspirasi banyak orang akan kepeduliaannya sebagai ”pilihan hidup menjadi seorang Katolik”.

Belajar dan memanen buah kebaikan

Rama Martinus Joko Lelono Pr menulis buku ini sebagai hasil pembacaan dan permenungan atas hidup dan perjuangan Rama Mangunwijaya. Karena, demikian pendapatnya, pengalaman hidup almarhum Romo Mangun dirasa perlu untuk direnungkan dalam konteks umat Katolik saat ini.

Buku ini menjadi buku pengetahuan dan buku renungan yang bisa digunakan untuk belajar tentang ”pilihan hidup seorang Katolik” sebagaimana dihayati dalam hidup Romo Mangunwijaya.

”Sembari berkaca pada pengalamannya, kita ingin melihat kehidupan kita masing-masing guna belajar dan memanen buah kebaikan dalam hidup Rama Mangun,” tulis Rama Joko Lelono di halaman 8.

Pesan-pesan kemanusiaan

Rama Joko Lelono tidak pernah berjumpa dengan Rama Mangun. Ketika Rama Mangun meninggal dunia tanggal 10 Februari 1999, Rama Joko Lelono masih duduk di bangku Sekolah Dasar.

Sebagai imam diosesan Keuskupan Agung Semarang, ia baru ditahbiskan tahun 2016. Namun kemudian merasa tergelitik untuk menemukan pesan-pesan kemanusiaan Romo Mangunwijaya.

Karena almarhum memiliki lingkup pergaulan yang sangat luas dan pengaruh yang kuat di tengah-tengah masyarakat. Juga mampu menghidupi identitas manusiawi, mewujudkan sabda mengasihi sesama manusia sebagaimana mengasihi diri sendiri.

“Agama Katolik di dalam diri seorang Mangunwijaya tidak tampil sebagai institusi, melainkan dalam diri pribadi yang sudah purna dalam identitas pribadi yang identitasnya adalah untuk ’memuliakan’ Allah, mengangkat manusia”.

Demikian tulis Rama Joko Lelono di halaman 7.

Menyatukan banyak hati untuk bakti negeri.

Dalam kata pengantar buku, Ketua Yayasan Dinamika Edukasi Dasar sekaligus dosen Universitas Sanata Dharma Rama CB Mulyatno Pr menulis demikian. Apa yang dilakukan Romo Mangun dalam hidupnya yang bersahabat, setia kawan dan bersaudara dengan orang miskin merupakan pantulan (refleksi) dari keyakinan imannya.

“Romo Mangun memupuk gelora hati untuk melayani dan merajut banyak gelora hati teman-teman lintas agama, kepercayaan dan ras untuk berjuang bersama-sama demi terwujudnya kehidupan bersama yang hangat, bersahabat dan bersaudara secara erat.” (hal. 14).

Arsitektur manusia

Rama Joko Lelono mengutip tulisan almarhum Romo John Mansfort Prior SVD, dosen Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero, yang menulis tentang Rama Mangun sebagai arsitek yang belajar arsitektur sebagai bagian dari rencana keuskupan untuk men-Jawa-kan bangunan gereja dengan desain gereja joglo.

Selain itu, Romo Mangun juga berfokus pada religiusitas populer dan keindahan alam, menggunakan simbol-simbol budaya (pohon kehidupan) menggantikan simbol-simbol eksplisit yang  menggambarkan kekristenan.

Romo Mangunwijaya kemudian beralih ke “arsitektur manusia”  dan mendesain ulang kampung permukiman penduduk di bantaran Sungai Code Yogyakarta (1980-1986) di halaman 23-24.

Mengutip tulisan Romo Sindhunata SJ, Romo Joko Lelono menangkap inspirasi permenungan bahwa Rama Mangunwijaya merupakan seorang sastrawan yang menjalani proses menuju kekhasan dan keautentikkannya melalui novel-novelnya; mulai dari Burung-burung Manyar sampai Burung-burung Rantau (hal. 28-29).

Berkelana kemana dengan membaca buku ini?

Rama Joko Lelono menulis di halaman 29 buku ini untuk melihat sikap hidup Kristiani yang pernah dihidupi oleh seorang Yusuf Bilyarta Mangunwijaya.

Agar bisa dijadikan pembelajaran untuk kehidupan ke depan; dengan mendalami kisah hidup dan tulisan-tulisan karya Rama Mangunwijaya, yaitu:

  • Kemendalaman sebagai pribadi.
  • Ketersentuhan kepada Penderitaan Orang Lain.
  • Menggedor Ilusi Pagar Identitas.

Kerendahan hati penulis buku ini menulis dengan ungkapan: “Perbolehkan saya, sebagai pribadi yang ‘hanya’ belajar dari sejarah yang tercatat dari Romo Mangun ingin menafsirkan dengan cukup bebas mengenai hidup dan perjuangan Romo Mangun.”

Rama Joko Lelono mengurai pilihan kesadaran Romo Mangunwijaya yang mempertemukan teori besar strukturalis dan eksistensialis. Yang menjadikan pilihan hidup Romo Mangunwijaya ada dalam medan yang harus diterima oleh manusia; dan kemudian mengantarnya pada kesadaran akan pilihan bebas.

Pilihan bebas yang dipilih oleh Romo Mangun: tidak lagi menjadi anggota TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar), tetapi menjadi rakyat biasa.

Tidak lagi tinggal di pastoran, tetapi tinggal bersama orang kecil di bantaran Kali Code; menemani orang-orang yang kehujanan di Kedung Ombo dan menyediakan tersedianya air bersih bagi saudara-saudarinya di Grigak, Gunung Kidul.

Ruang permenungan

Buku Gelora Hati Mangunwijaya, Pilihan Hidup Seorang Katolik tersusun dalam tiga bagian.

  • Bagian I: Sekelumit Kisah Rama Mangun.
  • Bagian II: Pilihan Hidup Seorang Katolik.
  • Bagian III: Membongkar Kemapanan.

Bagian I berisi dua judul. Bagian II berisi empat judul dan bagian III berisi enam judul.

Pada akhir masing-masing judul penulis buku memberi “Ruang Permenungan” sebagai bagian dari proses (bersama) merenungkan kisah hidup Romo Mangun; didasarkan pada keimanan akan Sang Guru Pembimbing dan Sumber Inspirasi iman.

Sukaria pasca pengobaran Smoke Bomb di Pantai Gigrak, Kabupaten Bantul, DIY. (Kornelius Mauk/Universitas Sanata Dharma)

Ngenger, membaca, menimba inspirasi dan menduplikasi

Refleksi hidup Romo Mangun membangunkan orang untuk turut serta berefleksi atas kehidupuan. (Halaman 49). 

Tulisan akhir buku ini pada bagian epilog penulis buku, Romo Joko Lelono menulis: ”Layaknya tulisan refleksi, kisah-kisah di dalam tulisan ini diharapkan bisa memanggil kegelisahan hati pembaca dan mengundang untuk berefleksi tentang ’pilihan hidup seorang Katolik’.

Sebuah cara yang ditawarkan oleh penulis, dan yang telah dijalani penulis dengan cara ngenger (mengikuti sambil belajar) kepada kisah hidup Romo Mangun.

Bersama Romo Martinus Joko Lelono dengan mendalami kisah hidup Romo Mangun, maka kita bisa  menemukan inspirasi yang bisa diduplikasi dalam menemukan dan menjalani pilihan hidup sebagai seorang Katolik.

Baca juga:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here