KALAU saya masuk di rumah makan, saya pesan makanan, kemudian saya makan dengan lahap karena saya memang sedang lapar. Umumnya semua orang yang masuk restoran akan berbuat yang sama. Padahal kalau kita pikirkan sejenak, maka kita akan sadar bahwa tidak ada jaminan apa-apa bahwa makanan itu tidak akan ditaruh racun, atau makanan sudah basi dan mengandung bibit penyakit. Atau makanan dimasak di dapur yang kotor, sehingga bisa menyebabkan sakit perut dan bahkan mencret-mencret.
Mengapa perlu ada “kecurigaan” semacam itu? Karena kita tidak kenal dengan yang memasak, dengan pemilik resto dan masih banyak lagi alasan lain. Memang kita juga tahu bahwa tidak ada alasan yang kuat untuk membuat kecurigaan semacam itu. Tapi intinya ialah saya percaya kepada rumah makan itu dan bahwa makanan yang dihidangkan kepada saya adalah makanan yang bersih dan sehat.
Alasannya ialah karena pemilik rumah makan itu tidak mau berurusan dengan polisi, sehingga ia pasti tidak mau membuat para pengunjung restonya mengalami keracunan makanan. Apalagi ia ingin supaya usahanya tetap berlangsung setiap hari, bahkan dapat berkembang, sehingga tidak mungkin ia akan menaruh racun dalam makanan itu. Lagi pula pemilik restot itu tidak ada masalah pribadi dengan saya yang menyebabkan ia akan membunuh saya. Pendeknya, tidak ada alasan yang kuat untuk tidak mempercayai rumah makan itu.
Sederhana saja
Itulah sikap percaya yang biasa, sederhana dan spontan. Namun sadarkah anda bahwa kepercayaan itu hanya berdasarkan pengandaian saja. Sebab bisa terjadi bahwa justru pada saat kita makan di rumah makan itu, maka makanannya beracun, walaupun sebelumnya belum pernah terjadi. Jadi kesimpulannya ialah bahwa kepercayaan itu tidak berdasarkan bukti-bukti yang pasti, melainkan hanya berdasarkan asumsi atau pengandaian saja.
Pengandaikan itu berasal dari keyakinan subyektif bahwa rumah makan itu pasti bisa dipercaya. Pengandaian itu berlaku sampai terbukti kebalikannya bahwa yang saya andaikan itu ternyata tidak benar, yaitu bahwa ternyata makanan di resto itu ditaruh racun justru pada saat saya makan di situ. Ternyata saya keliru, karena pengandaian yang baik itu tidak terbukti, akibatnya saya mati dan tidak bisa memperbaiki pengandaian saya lagi. Itulah risiko kepercayaan yang memang tidak bisa lain kecuali bertindak sesuai dengan yang diyakininya.
Umumnya orang naik pesawat terbang juga menikmati makanan yang dihidangkan tanpa curiga, namun ada kekecualiannya, biarpun hanya satu kali: Munir, seorang pejuang hak asasi manusia, tewas karena efek racun mematikan melalui makanan atau minuman yang disantapnya dalam perjalanan dari Jakarta menuju Belanda pada tanggal 7 September 2004.
Umumnya konsumen juga percaya bahwa susu formula makanan bayi adalah sehat dan bergizi sehingga dengan tenang dan percaya ibu-ibu membeli susu formula itu untuk anak-anak mereka. Sampai pada suatu hari Institut Pertanian Bogor (IPB) mengumumkan hasil penelitian yang telah dilakukan sejak tahun 2003 bahwa susu formula itu tercemar bakteri enterobacter sakazakii, sehingga membuat ibu-ibu kehilangan kepercayaan dan tidak mau membeli susu formula itu lagi.