Renungan Harian
Minggu, 9 Januari 2022
Pesta Pembaptisan Tuhan
Bacaan I: Yes. 40: 1-5. 9-11
Bacaan II: Tit. 2: 11-14; 3: 4-7
Injil: Luk. 3: 15-16. 21-22
KETIKA mengunjungi seorang bapak yang sedang sakit untuk memberi Sakramen Orang Sakit, saya mengatakan:
“Bapak, semangat ya. Bapak harus semangat untuk sembuh. Ini, ibu dan putera-puteri dan cucu semua ikut berdoa dan memohon agar bapak cepat sembuh. Mereka sungguh-sungguh mengharapkan bapak segera pulih seperti sedia kala.”
Bapak itu mengatakan: “Romo, terimakasih banyak. Sesungguhnya ada satu hal yang masih mengganjal dalam diri saya. Anak perempuan saya, sudah sejak lima tahun lalu sampai sekarang tidak pernah mau pulang menengok kami. Ia telah memilih jalannya sendiri dan memilih meninggalkan kami.”
“Bapak dan ibu tidak punya kontaknya?” tanya saya.
“Dia beberapa kali masih telpon mamanya, tetapi tidak pernah mau pulang,” kata bapak itu.
“Romo, kalau mau dikatakan itu salah saya, memang salah saya. Tetapi sesungguhnya saya melakukan itu semua, karena saya mencintai dia.
Dia pacaran dengan anak laki-laki yang menurut kami tidak jelas. Anak laki-laki itu pernah ke sini, tetapi kami tidak suka. Penampilannya awut-awutan, badannya penuh tato, tidak tahu sopan santun, tidak sekolah dan tidak punya pekerjaan tetap.
Saya melarang anak saya bergaul dengan laki-laki itu. Tetapi aneh bagi saya, dia justru membela mati-matian laki-laki itu dan bahkan rela meninggalkan kami.
Karena dia sudah meninggalkan kami, saya hanya mengatakan ya sudah, hiduplah dengan pilihanmu. Kamu kalau pulang tetap bapak terima sebagai anak bapak, tetapi bapak tidak mau terima laki-laki itu. Dan sejak itu, anak saya tidak pernah kembali.
Saya hanya tahu kabar dia lewat mamanya, dan saya tahu bahwa hidupnya susah. Saya sedih dan prihatin, tetapi saya tidak tahu harus bagaimana.
Saya selalu meminta mamanya untuk mengirim uang sekedarnya agar minimal, dia tetapi bisa makan, tetapi saya tetap berat untuk menerima laki-laki itu,” bapak itu menjelaskan.
“Bapak, sekarang apa yang bapak harapkan?” tanya saya.
“Saya berharap anak saya mau kembali romo,” jawab bapak itu.
“Bapak, maaf, saya usul bapak mengalah, bapak terima laki-laki itu, toh sudah sekian lama mereka hidup bersama dan puteri bapak amat mencintai laki-laki itu. Kiranya kalau bapak menerima mereka, bapak justru bisa mendapatkan puteri bapak dan dapat memperbaiki laki-laki itu agar menjadi pantas untuk puteri bapak,” kata saya.
Bapak itu menerima usul saya dan meminta saya untuk menghubungi puterinya. Pada hari yang kami sepakati puteri bapak itu dan suaminya datang ke pastoran.
Saya menjelaskan kepada mereka agar mereka mau dengan rendah hati meminta ampun karena bapaknya telah mengalahkan dirinya untuk mengampuni mereka.
Mereka sungguh-sungguh menyesal dan selama ini mereka menderita, karena jauh dari keluarga.
Saya mengantar mereka ke rumah keluarga mereka dan sungguh apa yang terjadi amat mengharukan.
Hanya butuh waktu yang singkat keluarga itu nampak bahagia dan seolah tidak ada persoalan yang sekian lama terpendam. Bapak dan keluarga sungguh-sungguh mengampuni dan menerima putri serta suaminya.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Kitab Yesaya, pengampunan Allah memberi hidup dan harapan baru serta kebahagiaan bagi umat Israel.
“Ia menggembalakan ternakNya dan menghimpunkannya dengan tanganNya. Anak-anak domba dipangkuNya, induk-induk domba dituntunNya dengan hati-hati.”