Reksa Pastoral terhadap Para Guru Sekolah-sekolah Negeri

0
313 views
Ilustrasi: Foto bersama Kelompok Sedulur Peduli (KSP) Bandarjaya Lampung Tengah bersama keluarga Yos Sudarso, di halaman sekolah. (Dok. KSP Bandarjaya Lampung)

BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN.

Jumat, 11 Februari 2022.

Tema: Gelombang kebaikan.

Bacaan

  • 1 Raj. 11: 29-32, 12: 19.
  • Mrk. 7: 31-37.

MEMBACA Injil hari ini, saya lalu teringat pengalaman masa silam saat masih sebagai calon seorang imam.

Dalam proses pembentukan, selesai filsafat, saya dipercaya untuk mendampingi guru-guru negeri di wilayah kerja Keuskupan Agung Semarang.

Paguyuban Guru Katolik Negeri (PGKN) adalah wadah komunikasi dan relasi guru-guru Katolik yang mengajar di Sekolah Dasar Negeri di wilayah Keuskupan Agung Semarang.

Tentu tugas utama adalah mendampingi, mengunjungi, mendengar, menemani dan memungkinkan pertumbuhan iman para guru. Semua kegembiraan dan permasalahan disampaikan kepada Pastor Paroki setempat. Diharapkan nantinya ada pastoral dan perhatian khusus kepada mereka.

Saya sangat menyenangi pelayanan ini. Saya menjumpai dan mengenal banyak romo paroki se Keuskupan Agung Semarang. Dan betulah demikian.

Saya mengenal banyak paroki, romo paroki dan dewan dengan segala karakteristiknya.

Dan itu membekali banyak inspirasi ketika melanjutkan proses pembentukan di jenjang berikutnya.

Ada pengalaman yang sangat menarik.

Suatu hari saya berkeliling mengunjungi guru-guru di daerah Girimarto, Kabupaten Wonogiri.

Saya masih ingat, ketika saya SMA, bersama bulik, adik ibu, diajak mengunjungi saudara di Girimarto.

Saat itu adalah saat-saat yang paling membahagiakan. Kami bersama-sama sepupu di satu mobil penuh berkunjung ke saudara. Kuingat di depan rumahnya ada pohon apel.

Kami memetik buahnya dan menikmatinya.

Dalam kunjungan sedari pukul.11.00 WIB sampai  sampai malam, kami mengunjungi rumah-rumah guru SD Negeri.

Saya ditemani seorang guru.

Perjalanan kami lancar.  Kami mengunjungi enam lokasi rumah. Perjalanan lancar dengan beberapa kali tergelincir, karena masuk kubangan jalan.

Perjumpaan dan berbagi kisah, sangat mengharukan. Mata hatiku terbuka dan bisa merasa kesulitan-kesulitan seorang Katolik yang hidup di desa, di tengah mayoritas yang berbeda.

Kendati demikian, mereka diharap mendidik anak-anak dengan cinta.Saya sungguh bangga, kehadiran guru-guru katolik diterima dengan baik.  Mereka menampilkan diri sebagai sosok pendidik yang baik. Tak jarang orang tua murid memberikan hasil kebun mereka.

Apa saja yang dihasilkan kebun orangtua murid pasti ada bagian yang dikirim ke rumah guru. Kebetulan di dua rumah guru, kami disuguhi durian dan rambutan.

Saya menginap di guru tersebut. Kami ngobrol sampai malam. Pembicaraan kami akhirnya menyinggung seseorang guru yang dikenal baik, tetapi dia seorang muslim. Sangat baik dengan guru-guru Katolik yang mengajar di kompleks yang sama.

Ada suasana persaudaraan, kental gotong royongnya.

Cerita punya cerita akhirnya tertuju pada guru muslim itu.

Tidak lain adalah saudara saya sendiri.

Keesokan harinya saya diantar ke tempat saudara saya. Kami disambut baik dan dijamu makan siang. Saya pun banyak cerita tentang pergulatan guru-guru Katolik di daerah itu.

Saya pun memohon bantuan untuk membantu bagi guru-guru kami yang mengalami kesulitan.

Yang menarik di daerah mereka dapat mengemban tugas mereka sebagai pendidik. Tidak ada gesekan, karena masalah SARA.

Ketika setahun sekali kami mengadakan rekoleksi atau retret, seorang guru Muslim yang dekat dengan kami ingin ikut.

Ia mengikuti tanpa canggung dan dalam berbagi pengalaman di kelompok. Selidik demi selidik, orangtuanya Katolik. Karena perkawinanlah, dia pindah keyakinan. Tapi hatinya tetap baik.

Jembatan persaudaraan tetap terjalin.

Kami mulai percaya bahwa keterbukaan,  kebaikan, ketulusan selalu berviral mengundang kebaikan-kebaikan kecil yang lain.

Kami mulai sedikit mengenal apa itu dan siapa itu saudara kami yang muslim. Baik adanya.

Diikat dalam satu tekad yang sama: mencerdaskan anak-anak bangsa.

Rupanya tujuan, pengabdian yang sama, apalagi kebaikan dapat menjembatani perbedaan yang ada.

Mereka sungguh mengagumkan. Membanggakan.

Pencerdas anak-anak bangsa.

“Ia menjadikan segala-galanya baik.” ay 37b.

Tuhan, semoga kami mampu mendidik diri sendiri baik, sebelum kami memperlakukan sesama kami. Amin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here