PERNAHKAH mendengar Operasi Ganesha tahun 1982?
Saat itu ada konflik antara gajah dengan kaum transmigran di permukuman penduduk transmigrasi di Air Sugihan, Sumatera Selatan. Tentara akan dikerahkan untuk berburu gajah yang sering masuk ke wilayah pemukiman transmigran.
Sebenarnya, peristiwa yang benar adalah program transmigran itu memasuki kawasan habitat hidup kawanan gajah. Sehingga keberadaan manusia di Air Sugihan itu lalu mengganggu habitat gajah yang sudah lama ada dan menjadi hewan penghuni asli di kawasan hutan itu.
Mendengar bahwa gajah yang akan dikurbankan, maka Prof. Emil Salim sebagai Menteri Pengawasan dan Pembangunan Lingkungan Hidup berusaha mencegah dan melapor kasus tersebut ke Presiden Soeharto.
Operasi Ganesha di Sumsel
Pak Harto langsung menunjuk Brigjen TNI Try Sutrisno sebagai Pangdam IV Sriwijaya untuk mencari solusi dengan memindahkan gajah ke habitat yang lebih cocok dan aman untuk kawanan gajah.
Maka ditunjuklah Lekol IGK Manila untuk memimpin 400 prajurit TNI guna membantu Operasi Ganesha menggiring 242 ekor gajah menuju lokasi hutan lindung 125 ribu hektar di Way Kambas.
Juga didatangkan juga para ahli gajah dari Kenya, Zimbabwe, dan Thailand.
Operasi Ganesha berlangsung selama 44 hari.
Persiapannya selama setahun dengan menyiapkan rute dan koridor khusus agar gajah bisa digiring untuk melakukan perjalanan sejauh 70 km yang sebagian besar dilaksanakan malam hari dan tidak melewati pemukiman penduduk dan jalan umum.
Ada banyak pengalaman unik selama 44 hari perjalanan menggiring gajah sehingga ketika sampai di Way Kambas, banyak prajurit TNI sampai tidak kuasa menahan airmata haru.
Terbentuk ikatan batin antara para tentara dengan para gajah.
Operasi Ganesha tercatat sebagai operasi penyelamatan gajah yang paling unik di dunia.
Pusat latihan gajah
Saat ini di Taman Nasional Way Kambas yang menjadi Pusat Latihan Gajah ada sekitar 38 gajah yang sudah jinak dan 200 gajah liar.
Sudah banyak gajah jinak alumni didikan Way Kambas di Lampung ini telah dikirim ke berbagai kebun binatang dan tempat konservasi di berbagai daerah lain di Indonesia.
Selain di Taman Nasional Way Kambas, masih ada empat tempat lain di Sumatera untuk perlindungan gajah.
Relasi “personal” antara gajah dan pawang
Sangat menarik memperhatikan relasi pawang dan gajah. Tiap gajah yang jinak dipelihara seorang pawang yang setiap hari harus memantau kesehatan dan keselamatan gajah yang diasuhnya.
Sore hari semua gajah dijemput pawangnya untuk mandi di kolam dan makan malam sebelum mereka beristirahat di tempat yang sudah disediakan.
Seharian gajah berkeliaran mencari makanan sendiri.
Tiap pawang memelihara seekor gajah sejak kecil selama puluhan tahun sampai pawang pensiun. Usia gajah bisa mencapai 60-70 tahun.
Pawang gajah nampak mencintai gajah yang diasuhnya dan memastikan gajah sehat dan aman. Para pawang bisa berkomunikasi dan sungguh mengenal gajah yang diasuhnya.
Kalau Paus Fransiskus di Ensiklik Evangelii Gaudium mengingatkan agar gembala berbau domba, maka pawang gajah sungguh berbau gajah. Selama sekitar 30 tahun, tiap pawang merawat seekor gajah sampai pensiun dan diteruskan pawang lain.
Kalau ada gajah yang sakit semua pawang ikut menjaga dan memperhatikan. Para pawang dan gajah sudah menjadi keluarga besar. Kalau ada pawang yang libur atau sakit digantikan tugasnya oleh pawang lain.
Para pawang juga sering patroli dan menjaga agar gajah tidak masuk ke wilayah permukiman penduduk. Gajah gajah liar lebih bebas hidupnya dan berkeliaran ke mana saja mereka mau. Selain gajah di Taman Nasional Way Kambas juga ada harimau, badak, buaya, ular, dan binatang liar lainnya.
Praktik baik
Apa yang bisa kita pelajari dari pawang dan gajah di Taman Nasional Way Kambas? Ternyata untuk membangun hubungan batin antara pawang dan gajah dibutuhkan kesabaran dan ketulusan serta waktu bertahun tahun.
Untuk membangun Gereja Katolik Keuskupan Tanjungkarang juga dibutuhkan keterbukaan, kesabaran dan ketulusan serta waktu yang lama.
Mgr Avin yang kelahiran Bengkulu dan menjadi imam diosesan Keuskupan Agung Palembang adalah pribadi yang rendah hati, tidak sombong, ramah, tenang, namun juga punya semangat kerja keras tanpa berleha-leha serta kesediaan untuk mendengarkan dan sungguh mau belajar memahami situasi Gereja Katolik Lampung.
Mgr Avin tentulah akan juga mengajak para imam diosesan, para SCJ, dan lembaga hidup bakti lainnya seperti HK, FSGM, OSU, CB, dll agar membangun kehidupan para imam, bruder, suster, dan tenaga pastoral lainnya sebagai orang-orang terhormat yang sungguh melayani umat dan masyarakat Lampung.
Tidak hanya sebagai petugas liturgi, tapi sungguh menjadi imam, bruder, dan suster yang terlibat melayani umat dan masyarakat khususnya yang paling miskin.
Tiga tahun mendidik anak gajah
Induk gajah membutuhkan minimal tiga tahun untuk mendidik anak gajah sampai bisa mandiri. Anak anak gajah juga diperhatikan dan dirawat oleh gajah betina lainnya.
Gereja Katolik Lampung sebagai ibu bagi umat Katolik dan warga masyarakat perlu sabar dan tekun mendidik kita umat dan masyarakat Lampung.
Saya jadi ingat semangat dan dedikasi para sahabat imam diosesan Keuskupan Tanjungkarang antara lain Romo Antonius Suhendri Saekan, Romo Adrianus Satu Manggo, Romo Piet Yunanto, Romo Apolonius Basuki, Romo Anjarsi, Romo Bambang, dan romo-romo lainnya yang sebagai imam diosesan menjadi tulang punggung dan harapan Keuskupan Tanjungkarang.
Pak Umar Ahmad adalah Bupati Tulang Bawang Barat 2014-2020. Bersama Avi, Tirta, dan Yudi dari Tim Tubaba Cerdas, ia telah menyampaikan ucapan selamat untuk pentahbisan Mgr. Avin; sambil secara khusus mengundang semua pihak termasuk Gereja Katolik Lampung untuk fokus memperhatikan dunia pendidikan. Semua ini demi masa depan Lampung yang terbaik.
Dengan imam SCJ
Malam tanggal 29 April 2023 ditutup dengan obrolan ringan sambil minum kopi Lampung dengan Romo Albertus Joni SCJ yang lahir 16 Nov 1985 dan ditahbiskan 14 Agustus 2014.
Romo berusia 38 tahun ini sedang menyelesaikan doktor filsafat di Marquette University di Milwaukee, Wisconsin, AS; juga dan Purdue University, AS.
Saya sangat menghargai dan bahagia mendengar keputusan SCJ khususnya SCJ muda untuk lebih menekuni dunia pendidikan di Lampung.
Tahun 2011 SCJ mengambil alih sekolah Katolik Yos Sudarso yang tadinya dikelola awam di Metro yang letaknya cukup strategis di Lampung.
Tahun ajaran ini mereka mulai menggunakan gedung sekolah yang baru yang sangat bagus. SCJ juga akan menambah kapasitas penghuni asrama Leo Dehon dengan bangunan asrama yang baru.
Para SCJ di Komunitas SCJ Metro terdiri Br. Vincentius Dalijan SCJ, Romo Antonius Effendi SCJ, Romo Sigit Pranoto, Romo Albertus Joni SCJ, dan Romo Juspani SCJ. Mereka bersama sama fokus melayani bidang pendidikan.
- Romo Sigit Pranoto SCJ yang baru lulus doktor agama Islam dari UIN Yogyakarta mengurus yayasan.
- Romo Antonius Effendi SCJ menjadi direktur Asrama Leo Dehon.
- Romo Albertus Joni SCJ menjadi kepala sekolah.
Mereka semua memutuskan masuk kelas sebagai guru. SCJ masih mempersiapkan banyak SCJ muda untuk belajar menjadi guru dengan sengaja kuliah di berbagai FKIP.
Saya jadi ingat almarhum Mgr. Andreas Henrisoesanto SCJ yang sebagai uskup tetap mengajar sebagai guru di SD, SMP, dan SMA. Ia lakukan ini agar tetap bisa memahami dunia pendidikan anak anak dan remaja.
Imam urus pendidikan
Saya juga jadi ingat Mgr. Yanuarius Matopai You dari Keuskupan Jayapura yang minta para imam Keuskupan Jayapura tidak hanya mengurus iman Katolik. Namun juga bertanggungjawab untuk memastikan proses pendidikan di parokinya berjalan dengan baik.
Mgr. Yan bertekad bulat untuk meneruskan membangun peradaban Papua yang sudah dirintis lebih dari 100 tahun yang lalu oleh para guru dari Kei, Jawa, Manado, Toraja, Flobamora, dan daerah lainnya menjadi Papua yang aman, damai, mandiri, dan sejahtera.
Saya imam diosesan Keuskupan Bandung sudah sejak tahun 2.000 mengajar Teologi Pastoral, Manajemen Pastoral, dan Teologi Sosial di Fakultas Filsafat dan Program Magister Teologi di Universitas Katolik Parahyangan.
Dalam dua bulan terakhir ini, saya banyak belajar dari Keuskupan Jayapura juga Keuskupan Tanjungkarang bagaimana kedua keuskupan tersebut memperhatikan dunia pendidikan. Kedua Gereja Lokal ini sungguh sadar serta berjuang agar Gereja Katolik mempunyai peran yang relevan dan signifikan sesuai semangat SAGKI (Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia).
Dengan belajar dari keuskupan lain kami para imam bisa mempunyai perspektif pastoral yang lebih luas.
Saya juga jadi ingat almarhum Uskup Keuskupan Bandung Mgr. Alexander Djajasiswaja yang terus mengingatkan para imam agar tidak hanya aktif melayani altar.Tapi juga fokus melayani “pasar” yang maksudnya adalah melayani masyarakat. Khususnya yang ada di periferi dan di tempat yang kotor dan becek berlumpur seperti amanah Evangelii Gaudium.
Setiap sore para pawang di Taman Nasional Way Kambas akan menjemput gajah asuhan mereka untuk mandi membersihkan diri di kolam dan lalu makan malam sebelum beristirahat di kandang gajah.
Mari kita berdoa dan sungguh berharap agar Mgr. Avin yang akan ditahbiskan 1 Mei 2023 sungguh didukung para imam diosesan dan sahabat SCJ serta para imam, suster, dan bruder dari berbagai lembaga hidup bakti lainnya dan umat Katolik serta masyarakat Lampung. Untuk fokus membangun dan melayani umat dan masyarakat dengan setia dan tulus, penuh dedikasi dan kerendahan hati, seperti para pawang gajah merawat para gajah yang mereka asuh dengan sukacita dan kesetiaan.
Setiap pawang gajah mengenal wajah dan nama gajah yang mereka asuh.
Ada gajah bernama Robby, Salmon, Bunga, Joni, Kartika, Suli, Pungki, dan nama nama lain yg setiap hari disapa dengan penuh cinta.
Gajah-gajah itu juga mendengar dan mendekati pawang yang memanggil nama mereka dan mengasuh para gajah selama puluhan tahun.
Semoga dari para pawang dan gajah, kita juga semua masih bisa belajar membuka hati kita untuk membangun kehidupan bersama yang lebih baik dan bahagia dan saling mengasihi. (Berlanjut)
Baca juga: Bupati Tulang Bawang Barat 2014-2022 Umar Ahmad Jadikan Tubaba Lebih Cantik (4)