Home BERITA Renungan – Demi Cokelat, Anak tak Kolekte

Renungan – Demi Cokelat, Anak tak Kolekte

0
404 views
Ilustrasi.

BAPERAN- BAcaan PERmenungan hariAN

Selasa, 1 Juni 2021

Bacaan

  • Tb 2: 9-14.
  • Mrk. 12: 13-17.

BANYAK orang mulai menyadari bahwa anak itu adalah fotokopi orangtuanya. Tidak hanya secara fisik, kemiripan. Tetapi juga karakter yang dapat dibangun.

Saat ini, peran orangtua semakin dirasa berat. Tren dan bujuk rayu iklan dalam segala arah, menggoda. Belum lagi kecenderungan dan cara bicara kekinian.

Terlebih, orangtua sendiri harus menghidupi apa yang dinasehati. Ia sendiri harus makin sadari bahwa anak bukanlah pribadi dewasa yang berbadan kecil.

Anak ya anak. Dibutuhkan kesabaran yang panjang, nasihat yang berulang-ulang. Bahkan maaf yang tiada henti. Untuk membangun kesadaran dalam diri anak apa yang penting. Capai dan melelahkan memang, tapi mulia.

Dalam proses itulah belas kasih menjadi salah satu nilai penting untuk ditanam. Perlu dikembangtumbuhkan dalam relasi.

Sebuah proses tindakan yang tersadari dengan belajar memberi, membantu, melayani. Bahkan mengampuni dan memahami.

Permen preman

“Anak-anak di mana? Kok sepi di rumah?”

“Ada Romo, di kamar sama ibunya.”

Setengah jam kemudian, ibunya keluar.

“Maaf tidak tahu, Romo datang. Saya lagi bicara dengan anak-anak. Ada sedikit persoalan. Namanya juga anak-anak.”

“Begini romo. Setiap ke gereja, kami selalu memberi kepada anak-anak masing-masing sejumlah uang yang sama sebagai kolekte. Suami yang memberi dan saya yang mengingatkan. Bagi tugas Mo.

Suatu saat, anak yang pertama, Jo, memberi permen cokelat kepada kedua adiknya. Kami tidak menyangka sebelumnya.

Akhir-akhir ini, ia sering berbuat itu. Kami tahu, uang jajan mereka tidak banyak. Suatu saat ketahuan, dia tidak memasukkan kolekte. Di sekolah uang itu dibelikan permen dan diberikan ke adik-adiknya.

“Dari mana kamu dapat uang. Jujur sama papa mama. Kalau tidak, mama akan memberitahu suster kepala sekolahmu.”

“Awal anak tidak mengaku. Saya mulai tidak sabar dan sedikit keras.

Akhirnya Jo mulai cerita. Kadang uang kolekte tidak dimasukkan. Tangan kelihatan masuk tapi uang digenggam. Saya bilang kolekte itu, syukur dan persembahan kita untuk Tuhan.

Tuhan memberi kita rezeki dan berkat. Jangan pelit, apalagi curang mengambilnya.

Kenapa kamu melakukan?

Abis, Kiki dan Maya ingin cokelat. Koko nggak punya uang. Minta ke papa pnanti marah. Takut.”

Lalu anak itu menangis.

Memberi dan memaafkan adalah tindakan kecil dalam kehidupan; tanda-tanda kecil kebaikan Allah dalam diri.

Bukankah Allah selalu memberi dan mengampuni tanpa henti dan tak pernah lelah.

Dalam Dia ada hidup; berlimpah kasih dan sukacita.

Setelah selesai menceriterakan, lalu anak-anak dipanggil dan kami semua minum dan ngemil apa yang ada, tanpa menyinggung apa yang barusan terjadi.

Yesus berkata: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.” ay 17.

Yesus mengajari sebuah kehidupan yang benar di hadapan Allah dan berkeadilan dalam keseharian.

Kita ingin membesarkan anak-anak, putera-puteri Gereja. Dengan sebuah kesadaran bahwa mereka akan hidup dalam dunia yang sering dikotori oleh kepentingan sempit dan manipulatif.

Tuhan, semoga darah Martir Santo Yustinus yang ditumpahkan demi nama-Mu memberi kami kenangan indah dan inspirasi untuk hidup dalam iman dan kasih.

Amin.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here