Renungan Harian
Jum’at, 14 Mei 2021
Pesta St. Matias Rasul
Bacaan I: Kis. 1: 15-17. 20-26
Injil: Yoh. 15: 9-17
DALAM sebuah perjumpaan dengan beberapa teman yang bekerja sebagai pegawai negeri (ASN) maupun BUMN, mereka lalu berkisah tentang betapa sulit menjadi “kaum minoritas”.
Kesulitan pertama-tama bukan dalam soal bergaul dengan teman-teman, tetapi kesulitan lebih pada soal jenjang karir. Oleh karenanya, teman itu memberi saran untuk orang-orang muda agar berjuang luar biasa.
Sebagai minoritas harus lebih kreatif, lebih hebat dalam banyak hal. Orang baik, orang hebat jumlahnya sudah banyak. Kalau tidak menjadi lebih baik dan lebih hebat tidak akan terpilih.
Ada tuntutan untuk unjuk kemampuan dengan luar biasa.
Hal berbeda soal keterpilihan, ketika berbicara dengan para calon pengantin.
Para calon pengantin bila saya tanya mengapa memilih orang ini menjadi pasangan hidupmu, maka kebanyakan dari mereka akan menjawab karena mau menerima dirinya apa adanya, penuh perhatian, merasa nyaman dan cocok.
Ketika ditanya lebih lanjut apakah anda tahu kelemahan dan kekurangan pasanganmu, mereka menjawab dengan yakin tahu. Saat diminta menyebutkan, biasanya menyebut beberapa hal, dan diakui oleh pasangannya.
Namun meski tahu dan sadar akan kelemahan serta kekurangan pasangannya tidak menyurutkan niat dan langkahnya untuk tetap memilih orang itu menjadi pasangan hidupnya. Sudah barang tentu jawaban mereka, karena cinta.
Bertolak dari dua hal tersebut di atas, saya bertanya pada diri sendiri, mengapa Tuhan memilih saya?
Kalau berdasarkan nilai lebih, pasti saya tidak terpilih karena ada begitu banyak orang yang punya nilai lebih.
Kiranya saya tidak dapat bersaing. Kiranya Tuhan memilih saya lebih, karena Ia mencintai aku.
Melihat pengalaman para calon pengantin mereka tidak hanya melihat kemampuan dan kelebihan tetapi mau menerima apa adanya.
Tuhan memilih aku karena Ia mencintai aku, karenanya Ia mempercayakan banyak hal kepadaku.
Siapa aku? Sehingga dipilih dan dipercaya.
Tuhan pasti tahu persis kelemahan dan kekuranganku dan Ia percaya kepadaku karena Dia selalu hadir dan menjadikan diriku bisa menerima kepercayaan itu.
Sebagaimana sabdaNya sejauh diwartakan dalam injil Yohanes: “Bukan kamu yang memilih Aku tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah, dan buahmu itu tetap.”
Bagaimana dengan aku?
Apa yang hendak kulakukan dengan Tuhan yang telah memilih diriku?