Bacaan I: Am. 5: 14-15.21-24
Injil: Mat. 8: 28-34
Mgr. Alexander Djajasiswaja, Uskup Keuskupan Bandung almarhum dalam banyak kesempatan mengatakan agar umat beriman, termasuk para imamnya tidak hanya berkutat di seputar altar saja tetapi juga ke pasar.
Pasar yang dimaksud bukan pasar tempat bertemunya penjual dan pembeli, akan tetapi masyarakat. Mgr. Alex mengajak seluruh umat beriman untuk aktif terlibat dalam dinamika masyarakat.
Senada dengan hal itu Komisi Kerawam Konferensi Wali Gereja Indonesia, mengajak seluruh umat beriman semakin terlibat dalam dinamika berbangsa dan bernegara. Agar kecemasan dan harapan masyarakat menjadi kecemasan dan harapan Gereja.
Lebih jauh Komisi Kerawam mengajak agar umat tidak terjebak menjadi penikmat kemeriahan liturgi dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin, umat beriman dapat berdoa dengan khusyuk, menikmati liturgi yang megah dan meriah, sementara di luar sana ketidak adilan, pemiskinan dan perusakan lingkungan merajalela.”
Syukur pada Allah, di masa bencana covid-19 ini, Gereja menampakkan jati diri yang sesungguhnya. Di saat tidak ada kemeriahan liturgy, di saat semua umat beriman merayakan ekaristi di rumah masing-masing, di saat umat beriman ada dalam keprihatinan dalam mengungkapkan imannya secara khusus dalam Sakramen Ekaristi, Gereja hadir dan terlibat di tengah masyarakat.
Umat beriman dengan caranya masing, memberikan hati bagi masyarakat tanpa memandang bulu. Umat beriman amat mudah digerakkan untuk ikut dalam keprihatinan masyarakat.
Itulah jatidiri Gereja, hadir dengan hati bagi masyarakat. Bagi Gereja tidak ada pewartaan iman tanpa penegakan keadilan. Pewartaan iman dan penegakkan keadilan bagi dua sisi dalam sekeping mata uang.
Sebagaimana diwartakan Nabi Amos, Allah bersabda: “Jauhkanlah dari padaKu keramaian nyanyianmu. Aku tidak mau mendengar lagu gambusmu. Tetapi hendaknya keadilan dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir.”