Bacaan I: Ibr. 11: 32-40
Injil: Mrk. 5: 1-20
BEBERAPA hari yang lalu, saya menerima telepon dari seorang teman:
“Wan, kamu harus sungguh-sungguh hati-hati dengan situasi sekarang ini. Virus corona akhir-akhir ini sedang menggila. Kalau tidak penting banget, tidak usah keluar-keluar rumah dan bertemu dengan banyak orang; sudah diem di rumah lebih aman. Kalaupun harus keluar rumah pastikan pakai masker yang baik dan benar, jaga jarak dan hindari makan bareng.”
Ia nyerocos tanpa berhenti.
Saya agak terkejut dengan suara dia yang amat serius seperti orang yang ketakutan. Teman saya ini bukan orang mudah takut.
Ketika virus ini merebak, dia menanggapi dengan rileks, dan selalu mengatakan untuk tidak usah takut dan khawatir berlebihan, yang penting menjaga kekebalan tubuh.
Kalau memang harus keluar dan bertemu dengan banyak orang, santai saja, tidak perlu harus menghindari bertemu dengan orang apalagi harus berdiam diri di rumah.
“Eh, mas bro, ada apa dengan dirimu kok tiba-tiba berubah menjadi orang yang ketakutan begitu,” tanya saya heran melihat perubahan dalam dirinya.
“Wan, aku serius ngomong ini ke kamu. Aku baru saja mendengar cerita temanku yang baru pulih dari covid. Cerita dia sungguh-sungguh mengerikan, perjuangan hidup dan mati penuh derita. Di saat masa pemulihan ini pun dia masih mengalami kesulitan untuk bernafas dengan nyaman seperti dulu. Wan, ceritanya sungguh-sungguh mengerikan. Saya sekarang baru mengerti dan percaya bahayanya virus ini. Dan lagi, aku juga baru saja kehilangan sahabat baikku,” jawabnya menjelaskan.
Cara pandang teman saya tiba-tiba berubah begitu mendengar langsung pengalaman temannya yang baru pulih dari menderita covid-19.
Betapa dahsyat kekuatan berita yang bersumber dari pengalaman; terlebih sumber berita dari orang yang dikenalnya dengan baik sehingga amat dipercaya kebenarannya.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini, sejauh diwartakan dalam Injil Markus, orang yang sembuh itu mewartakan pengalaman bagaimana ia mendapat kesembuhan di daerahnya, di antara orang-orang yang mengenalnya.
Pewartaan orang itu membuat orang-orang di daerahnya menjadi percaya akan pewartaannya. Kiranya itu maksud Tuhan tidak memperkenankan orang itu mengikuti Dia, tetapi diminta untuk kembali ke kampungnya dan mewartakan pengalamannya.
“Orang itu pun pergi, dan mulai memberitakan di daerah Dekapolis segala apa yang telah diperbuat Yesus atas dirinya dan mereka semua menjadi heran.”
Bagaimana dengan aku?
Adakah kerelaan dalam diriku untuk menjadi pewarta karya Allah bagi orang-orang di sekitarku?