Bacaan I: 1Kor. 2: 10b-16
Injil: Luk. 4: 31-37
DALAM sebuah acara pembinaan orang muda, kami berhadapan dengan orang-orang muda yang begitu sulit untuk sungguh-sungguh membaur satu dengan yang lain. Orang-orang muda yang ikut dalam pembinaan ini adalah anak-anak muda yang bersekolah di kota itu.
Namun demikian, sebagian besar peserta berasal dari kampung-kampung yang cukup jauh dari kota. Mereka umumnya tinggal dengan saudaranya yang di kota.
Secara umum dapat dibagi dua karakter peserta. Sebagian adalah anak-anak muda yang aktif nampak bisa bergaul dan berani tampil; sebagian lagi adalah anak-anak muda yang pasif, selalu diam dan tidak berani tampil.
Mereka yang aktif dan nampak bisa bergaul dalam acara dinamika kelompok sering kali mengganggu karena selalu ingin menonjolkan diri dan sulit untuk mendengarkan teman lain. Sedang mereka yang pasif cenderung untuk menutup diri.
Dalam perjalanan pertemuan, kami para pendamping menemukan bahwa baik peserta yang aktif maupun yang pasif memiliki persoalan besar yaitu minder. Oleh karenanya, kami para pendamping memutuskan untuk mengadakan pembinaan lanjutan.
Dalam pembinaan lanjutan, kami mengadakan outbound sederhana (karena keterbatasan sarana prasarana), dengan tujuan memberikan tantangan-tantangan pada para peserta agar peserta mampu mengenali kemampuan-kemampuan mereka.
Pola yang kami pakai adalah belajar refleksi. Semua kegiatan adalah sarana untuk mereflesikan diri sendiri.
Sampai pada titik tertentu peserta bisa mengatakan kepada kami para pendamping dan teman-teman lain ternyata kami punya banyak kemampuan, punya bakat-bakat dan anugerah. Ketika mereka sampai pada titik itu kami para pendamping serasa melihat mukjizat.
Anak-anak muda ini menjadi lebih ceria, percaya diri, bisa menghargai orang lain dan yang luar biasa mereka bisa saling “meng-empower” satu dengan yang lain.
Apa yang kami alami dengan teman-teman muda ini pada gilirannya mereka mampu menjadi penggerak bagi teman lain untuk hidup ke arah yang lebih positif.
Belajar dari pengalaman teman-teman muda, betapa penting mengenali karunia yang dianugerahkan Allah kepada kita.
Karena dengannya menjadikan hidup kita penuh syukur dan bahagia. Tantangan dan kesulitan hidup tidak menjadikan diri hancur tetapi membuat diri semakin mengenali karunia-karunia Allah yang dianugerahkan pada kita.
Sebagaimana di wartakan oleh St. Paulus: “Kita tidak menerima roh dunia, tetapi roh yang berasal dari Allah, supaya kita tahu, apa yang dikaruniakan Allah kepada kita.”
Terima kasih untuk teman CoH.