- PW. St. Yustinus Martir
- Bacaan I: 1Raj. 18: 20-39
- Injil : Mat. 5: 17-19
BEBERAPA waktu yang lalu ada berita tentang seorang hakim yang bertindak mengherankan. Hakim itu mengadili seorang nenek yang dituduh melakukan pencurian di area milik sebuah perusahaan.
Nenek itu mengambil kayu yang akan digunakan untuk kebutuhan di rumahnya. Memang sudah sejak dulu nenek itu mengumpulkan kayu yang bisa digunakan untuk kayu bakar. Naas, hari itu nenek itu ditangkap petugas perusahaan dan dilaporkan dengan tuduhan pencurian.
Dalam proses pengadilan hakim memutuskan bahwa nenek dinyatakan bersalah karena mengambil sesuatu di area yang bukan menjadi haknya. Namun hakim tidak menjatuhkan hukuman kurungan akan tetapi menghukum nenek itu untuk membayar biaya perkara.
Hal yang mengejutkan terjadi, setelah menutup sidang, hakim tersebut mengajak semua yang hadir di ruang pengadilan untuk “saweran” (mengumpulkan uang) yang kemudian diserahkan kepada nenek yang dihukum tersebut.
Sebuah tindakan yang diluar kebiasaan para aparat hukum kita.
Tindakan hakim tersebut bagi saya adalah tindakan penyempurnaan hukum. Hukum harus ditegakkan, agar keadilan dapat dinikmati oleh setiap orang. Akan tetapi dasar yang paling dalam dari hukum adalah kasih dan pemuliaan kemanusiaan.
Manakala hukum telah kehilangan roh kasih dan pemuliaan kemanusiaan, maka hukum bisa jadi amat subyektif tergantung pada penafsirnya.
Sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan Matius, menegaskan bahwa Yesus bukan mengganti hukum taurat tetapi menggenapi. Ia meletakkan hukum seturut tujuan hukum itu dibuat, yaitu agar umat semakin mencintai Tuhan Allah dan sesama manusia.
Pada skala yang lebih kecil aku juga sering kali membuat aturan-aturan yang mengikat orang lain dan dalam penerapannya lupa akan kasih dan pemuliaan kemanusiaan.
Bahkan tidak jarang menjadikan diriku sebagai hukum.