- Bacaan I: Kis. 14:5–18.
- Injil: Yoh. 14:21–26
BEBERAPA tahun yang lalu dalam sebuah pertemuan komunitas, seorang teman sharing tentang pengalaman hidup berkeluarga. Ia mengawali kisahnya dengan success story hidup yang ia jalani.
Dia berbahagia dengan isteri yang baik, penuh pengertian dan rela meninggalkan karirnya untuk mengurus rumah tangga. Ia bahagia dengan dua buah hati yang menghiasi keluarganya.
Karirnya di tempat kerja cukup cemerlang, sehingga dia mempunyai mimpi yang tinggi untuk karirnya. Dia setiap hari pulang cukup larut, demi pekerjaan dan karirnya.
Sering kali terjadi saat dia pulang, isteri dan anak-anaknya sudah tidur. Tetapi semua tidak menjadi halangan baginya untuk mengejar karir, karena ist4ri meyakinkan dirinya urusan rumah pasti beres dan memang demikian.
Dia mulai menyiapkan untuk melanjutkan studi di luar negeri demi menunjang karirnya. Semua nampak mulus dan terencana baik.
Sampai suatu saat dia mengantar isterinya ke dokter karena istrinya tidak enak badan. Setelah melalui beberapa pemeriksaan, dokter mengatakan bahwa isterinya menderita kanker. Kata kanker menjadi berita mengerikan bagi istri dan dirinya.
Dia dicekam oleh perasaan ngeri dan ketakutan luar biasa. Tiba-tiba dia ketakutan kehilangan isteri yang dicintainya begitu mencekam. Sepanjang perkawinan dia tidak pernah mengalami perasaan ketakutan ditinggalkan orang yang dicintainya.
Mulai saat itu dia memutuskan untuk meninggalkan segala mimpi tentang karirnya. Satu hal yang penting baginya adalah mempunyai banyak waktu bersama dengan isteri. Tidak ada lagi pulang larut malam, sore setelah pulang kantor sesegera mungkin dia pulang agar bisa bertemu dengan istrinya.
Kesibukan di kantor tidak menghalangi dirinya untuk menyapa istrinya; sebuah kebiasaan baru yang sebelumnya tidak pernah terjadi.
Dalam benaknya hanya satu, membuat isterinya bahagia, karena dengan istrinya bahagia mempercepat proses penyembuhan dan pemulihannya. Dia rela melakukan apa pun untuk itu.
Sejak saat itu setiap malam ketika dia terjaga dari tidurnya selalu mengecek apakah istrinya masih bernafas atau tidak.
Setiap saat selalu bersyukur melihat nafas istrinya. Melihat isterinya tidur nyenyak dengan nafas yang teratur menjadikan dirinya diliputi syukur yang luar biasa.
Pengalaman sahabatku dengan isterinya membawaku pada permenungan tentang hubunganku dengan Tuhan.
Sabda Tuhan sejauh diwartakan Yohanes: ”Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firmanKu; Barang siapa tidak mengasihi Aku, ia tidak menuruti firmanKu.”
Ukuran mengasihi Tuhan adalah sejauh mana aku menuruti firman-Nya. Jadi benarkah aku mengasihi Tuhan atau aku mengasihi diriku sendiri?
Iwan Roes RD.