Bacaan I: Yeh. 9: 1-7; 10: 18-22
Injil: Mat. 18: 15-20
SERING kali muncul dalam media sosial pasangan suami-isteri, orang yang berpacaran dan atau orang yang bersahabat memanfaatkan media itu sebagai ajang berseteru. Biasanya diawali dengan menceritakan pokok persoalan mereka, menurut pandangan masing-masing, dilanjutkan menceritakan kesalahan pihak lain dan berakhir dengan saling menghujat.
Dengan saling menjelekkan dan saling menghujat di ranah publik seakan-akan memberi kepuasan pada masing-masing, apalagi bila mendapat dukungan dari para pembacanya.
Yang paling memprihatinkan adalah mereka seakan dengan enteng dan mudah mengumbar rahasia pihak lawan atau bahkan mengumbar hal-hal pribadi masing-masing.
Apa yang terjadi di media sosial hanyalah contoh sedikit orang yang berseteru. Dalam kehidupan lebih banyak jumlah orang yang berseteru dengan perilaku seperti itu; mereka saling menghujat, saling membongkar rahasia dan saling meniadakan satu sama lain.
Hasil akhir dari perseteruan itu adalah kehilangan. Pasangan suami isteri yang berseteru kehilangan sedikit, sebagian atau bahkan seluruh cintanya; orang yang berpacaran akan kehilangan pacarnya, orang yang bersahabat akan kehilangan sahabatnya.
Maka dengan berseteru dan saling menghujat mereka kehilangan amat besar yaitu hatinya sendiri.
Bukankah hujatan yang keluar adalah bentuk pelampiasan dan penolakan atas rasa kehilangan?
Sabda Tuhan sejauh diwartakan Matius mendorong agar dalam perseteruan, yang diutamakan adalah mendapatkan, bukan kehilangan.
“Apabila saudaramu berbuat dosa, tegurlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatkannya kembali.”
Andai mereka yang berseteru bisa duduk bersama untuk saling mendengarkan dan mengerti maka mereka akan mendapatkan cinta yang lebih dalam dan kekayaan hati yang lebih damai.
Duduk bersama membutuhkan kemampuan memberikan rasa hormat pada orang lain dan adanya kerinduan untuk mendapatkan kembali.
Sesuatu yang amat sulit karena sering kali berkaitan dengan harga diri.
Persoalan besar karena aku sering meletakkan harga diriku pada kemampuanku untuk menyerang dan melawan.