Renungan Harian 13 Oktober 2020: Orang Jalanan

0
819 views
Ilustrasi - Lalu lintas yang semrawut. (Ist)


Bacaan I: Gal. 4: 31b-5: 6
Injil: Luk. 11: 37-41
 
HARI itu, setelah misa terakhir siang itu, lalulintas di depan gereja begitu padat. Entah ada apa, tidak seorang pun yang tahu kenapa lalulintas begitu padat.

berpesan kepada para petugas parkir, termasuk para bapak-bapak penarik becak yang biasa membantu parkir, agar lebih memprioritaskan lalu lintas depan gereja dari pada kendaraan yang keluar gereja.

Pertimbangan saya, setelah ini tidak ada misa lagi sehingga tidak harus tergesa.
 
Tiba-tiba di pintu gerbang saya melihat seorang bapak yang hendak ke luar gereja marah-marah pada petugas parkir. Bapak itu marah karena tidak segera bisa keluar.

Saya agak terkejut karena bapak itu berkali-kali membunyikan klakson. Saya berjalan mendekati untuk menjelaskan dan menenangkan. Belum sempat saya bicara bapak itu sudah amat emosi dan marah kepada petugas parkir. “Eh, kamu bisa kerja gak? Stop dulu yang di jalan biar kami ke luar,” kata bapak itu dengan marah.

“Sebentar pak, sabar biar lancar,” jawab petugas parkir itu.

“Stop dulu, saya penting harus segera pergi. Dasar goblok, gak punya otak,” bapak itu semakin marah.
 
Saya segera mendekat karena khawatir kalau bapak penarik becak yang membantu parkir itu terpancing emosi bisa runyam. Ternyata petugas parkir itu tidak terpancing tetapi menjawab: “Bapak orang terhormat dan habis ibadat kok omongannya kasar. Apa bedanya bapak yang habis ibadat dengan kami orang jalanan.”

Jawaban bapak penarik becak yang membantu parkir itu mengejutkan saya.
 
Saya kembali ke pastoran dengan gundah memikir kata-kata petugas parkir tadi. Rasanya saya seperti tertampar dengan keras, “Apa bedanya orang yang selesai menjalankan ibadat dengan orang jalanan kalau tidak bisa mengontrol emosi dan kata-kata”.
 
Dalam perayaan ekaristi orang merayakan perjamuan kasih, mendengarkan pewartaan tentang kasih, diajak untuk merenungkan tentang perbuatan kasih dan diutus untuk mewartakan kasih.

Tetapi mengapa baru saja selesai dan bahkan belum ke luar halaman gereja seolah-oleh tidak ada bekasnya apa yang dialami dalam perayaan ekaristi.
 
Tanpa perbuatan kasih adakah iman dalam diri seseorang? Seperti kata St. Paulus dalam suratnya kepada umat Galatia: “Yang berarti hanyalah iman yang bekerja oleh kasih.”
 
Adakah aku orang beriman? Jawabnya, adakah kasih dalam diriku.
 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here