Renungan Harian 14 Juni 2020: Bahagia

0
532 views
Bahagia menjadi imam by ist
  • Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus
  • Bacaan I: Ul. 8: 2-3.14b-16a
  • Bacaan II: 1Kor. 10: 16-17
  • Injil: Yoh. 6: 51-58

BEBERAPA tahun silam, ketika saya pertama mengunjungi sebuah stasi, di sebuah paroki, saya disambut seorang bapak dengan amat hormat dan ramah. Bapak itu memperkenalkan dirinya sebagai orang yang mengurus kapel stasi.

Beliau membuatkan saya kopi dan menemani minum sambil ngobrol.

Ia cerita bahwa dirinya adalah transmigran mandiri di tempat itu. Maka sehari-hari dia adalah petani. Dia sudah berkeluarga dan memiliki dua orang anak yang masih sekolah di Sekolah Dasar. Dia menawarkan diri untuk merawat kapel itu dengan cuma-cuma, sebagai bentuk pengabdiannya pada Tuhan.

Tak berapa lama obralan kami terputus karena datang istri dan kedua anaknya.

 Hal yang membuat saya heran adalah Kapel itu bersih, nampak dirawat dengan baik. Tidak seperti kebanyakan kapel di stasi. Saya melihat bagaimana bapak itu menyiapkan semua peralatan misa dan buku-buku misa dengan terampil.

Sesuatu yang membuat saya kagum adalah sikap hormatnya dengan altar dan cara menyiapkan semua. Dan sebelum perayaan ekaristi, bapak tersebut melatih semua umat bernyanyi dan jawaban-jawaban dialog dalam ekaristi.

 Saat perayaan ekaristi ternyata bapak itu tidak menyambut Tubuh Kristus. Saat setelah misa saya tanya, ia menjawab bahwa hari itu tidak siap.

Saya agak tersentak dengan jawabannya itu, orang yang merawat kapel dengan baik dan menyiapkan ekaristi dengan luar bisa ternyata tidak berani menyambut Tubuh Tuhan karena tidak siap.

 


Bulan berikut, dalam kunjungan ke stasi itu, dalam ekaristi bapak itu tetap tidak menerima Tubuh Kristus, dan saya melihat mata bapak itu memerah menahan tangis.

Setelah ekaristi dan semua umat pulang, saya mengajak bapak itu untuk bicara.
 
Bapak itu bercerita bahwa dirinya adalah mantan seorang imam dari tarekat. Karena sesuatu hal kemudian beliau memutuskan untuk meninggalkan imamatnya dan setelah beberapa tahun, ia hidup berkeluarga.

Dia bahagia dengan hidupnya sekarang, namun ada satu yang kurang yaitu tidak bisa menyambut Tubuh Kristus. Sudah cukup lama ia mengurus agar dapat pembebasan dari imamatnya agar boleh menerima sakramen yang amat ia rindukan.

Kerinduan itu ia ungkapan (“lampiaskan”) dengan mempersiapkan ekaristi sebaik mungkin, dan menyiapkan rumah Tuhan sebaik mungkin.
 
Menjelang akhir tugas saya di paroki tersebut, bapak itu datang dengan membawa surat yang menyatakan bahwa dirinya sudah dibebaskan dari imamatnya.

Maka segera saya membantu pemberesan perkawinannya. Sebagai rasa syukur saya mengajak beliau merayakan ekaristi bersama keluarganya. Sepanjang perayaan ekaristi beliau bercucuran air mata dan menyambut Tubuh Tuhan dengan bercucuran air mata.

Saya ikut menangis karena begitu terharu melihat kebahagiaan bapak itu. Saya melihat diriku sendiri rasanya belum pernah aku sepanjang ekaristi bercucuran air mata syukur, dan juga saat menyambut Tubuh Tuhan dengan hati yang penuh kerinduan.
 
Setelah bertahun-tahun saya pindah dari paroki tersebut, saya bertemu dengan pastor yang bertugas di paroki itu.

Saat saya bertanya tentang kabar bapak itu, pastor bercerita dengan semangat betapa baiknya bapak itu. Bahkan pastor itu cerita bahwa dirinya amat terdukung pelayanannya karena teladan bapak itu dalam melayani stasi.

Pastor itu cerita yang selalu membuat dirinya kagum adalah kala menyambut Tubuh Tuhan bapak itu begitu hormat dan wajahnya menyinarkan kerinduan dan kebahagiaan seperti orang yang berjumpa dengan kekasihnya.
 
Hari ini kita merayakan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus, menjadi saat yang amat baik untuk merenungkan dan merefleksikan Imanku akan Tubuh dan Darah Kristus, dan daya yang kuterima dalam persekutuan dengan yang kualami saat aku menyambut Tubuh dan Darah Kristus.
 
Pertanyaan reflektif sederhana bagiku: “Kapan aku merasakan daya perjumpaan dan persekutuan dengan Tuhan, kala menyambut Tubuh dan Darah Kristus?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here