Renungan Harian 14 November 2020: Pintu Tertutup

0
475 views


Bacaan I: 3Yoh. 1: 5-8
Injil: Luk. 18:
 
SUATU sore, saya ngobrol dengan beberapa pengurus pengembangan sosial ekonomi (PSE) paroki. Kami membahas bantuan-bantuan karitatif dan beasiswa untuk beberapa anak di paroki.

Dalam ngobrol-ngobrol itu, kami membicarakan sebuah keluarga.
 
Saya memulai pembicaraan.
“Saya prihatin dengan keluarga itu, apa yang bisa kita lakukan untuk membantu keluarga tersebut. Sejauh saya tahu, keluarga itu adalah keluarga pekerja keras, apapun dijalankan tanpa gengsi, tetapi kok ya, sulit berubah. Beberapa kali kelihatan mulai berkembang, agak mapan, tetapi kemudian jatuh lagi.
 
Keluarga itu adalah keluarga yang amat rajin berdoa, rajin ikut ekaristi dan kegiatan paroki, tetapi kok sepertinya Tuhan belum berkenan atas doa-doa mereka. Dimana ya salahnya,” kata saya membuka pembicaraan.
 
“Pastor, ketika situasi ekonomi sulit, bagi mereka seolah-olah semua pintu itu tertutup. Berjuang dan berjuang tetapi selalu menabrak dinding seperti tidak ada jalan keluar. Kadang harus ada orang lain yang membantu untuk menunjukkan dimana ada pintu yang terbuka. Saya pernah dalam situasi seperti itu, jadi saya mengerti,” kata seorang bapak.
 
Seorang ibu yang setiap pertemuan atau ngobrol-ngobrol selalu menjadi pendengar dan mengiyakan, tiba-tiba berbicara.

“Pastor, saya juga kasihan dengan keluarga itu. Mereka selalu berdoa dengan tekun, novena, rosario dalam keluarga, saya tahu dan melihat sendiri. Memang benar kata pastor, kok sepertinya Tuhan belum berkenan dengan doa-doa mereka. Maaf pastor, sekali lagi mohon maaf, bukan maksud saya menggurui. Saya berpikir jangan-jangan, maaf ya pastor, bukan Tuhan yang belum mendengarkan doa mereka, tetapi kita yang tidak mendengarkan suara Tuhan,” ibu itu menguraikan pendapatnya.

“Maksudnya bagaimana ibu?,” tanya saya memperjelas.
 
“Pastor, menurut pemikiran saya  jangan-jangan Tuhan menyuruh kita menjadi utusanNya untuk menjawab doa-doa mereka. Maaf ya pastor sekali lagi bukan menggurui,” ibu itu menjelaskan.

Kami semua tersentak mendengar apa yang ibu itu katakan, terlebih saya sendiri seperti disambar geledek. Gila, kataku dalam hati, mengapa aku gak bisa mengerti seperti ibu tadi.

Wah ini Roh Kudus yang hadir dalam diri ibu tadi.
 
Betapa aku sering hanya melihat sesuatu dengan pikiranku yang terbatas. Melihat persoalan dan kemudian mempertanyakan dan tanpa sadar “mengadili”.

Punya keprihatinan tetapi tidak mau masuk lebih dalam. Aku lupa bahwa Tuhan membutuhkan orang-orang untuk menjadi utusan menjawab dan mengabulkan doa-doa umatNya. Aku selalu berdoa dan berdoa tetapi tidak mendengarkan dan tidak peka dengan perintahNya.
 
Kiranya itulah keluhan Tuhan sebagaimana diwartakan oleh St. Lukas: “Akan tetapi jika Anak Manusia datang, adakah Ia menemukan iman di bumi ini?
 
Bagaimana aku menghidupi dan menghayati imanku? Adakah Tuhan menemukan iman dalam diriku?
 

 
 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here