Bacaan I: Zef. 3: 1-2. 9-13
Injil: Mat. 21: 28-32
SORE itu saya mengunjungi seorang bapak, salah satu umat di paroki saya yang sedang dirawat di sebuah rumah sakit. Saat saya berkunjung, bapak itu sedang ditemani istri, dan pasangan suami istri muda, yang saya duga adalah anaknya.
Ketika melihat saya berkunjung, bapak itu meminta agar tempat tidurnya diatur agar beliau dapat bersandar. Setelah bersalaman, bapak itu memperkenalkan bahwa anak laki-laki itu adalah anaknya yang kedua sedang perempuan itu adalah menantunya.
Ketika bapak itu memperkenalkan anaknya laki-laki, anaknya dengan bergurau berkata:
“Saya si anak durhaka romo.”
Bapaknya tertawa terkekeh mengiyakan: “Betul romo dia adalah anak nakal. Tetapi itu dulu.”
Tidak lama kemudian anaknya laki-laki dan istrinya pamit untuk keluar sebentar.
Setelah anaknya pergi, bapak itu bercerita: “Romo, kalau dia selalu menyebut dirinya itu anak durhaka, sebenarnya hanya gurauan saja. Betul, dia dulu anak yang nakal luar biasa. Anak saya dua orang, dua-duanya laki-laki. Dia itu anak kami yang kedua, sedang yang pertama belum datang, mungkin masih sibuk.
Saya sadar kalau saya dulu salah dalam mendidik anak-anak kami. Anak kami yang pertama itu anak yang penurut, pandai dan selalu berprestasi di sekolah romo. Sejak SD sampai lulus kuliah selalu juara, dia selalu membuat kami bangga.
Sedang anak kedua ini romo, agak malas kalau disuruh belajar, keinginannya main terus. Kami jengkel dengannya. Di sekolah selalu bikin ulah, beberapa kali kami harus berurusan dengan sekolah karena kenakalannya.
Puncaknya dia dikeluarkan dari sekolah, karena memukul gurunya. Kami jengkel dan marah dengannya, sampai keluar dari mulut saya kata-kata mengusir dia
Dan benar romo, dia pergi, karena jengkel dan marah kami tidak mencari. Kami berpikir biar saja, nanti pasti akan pulang.
Ternyata dia tidak pernah pulang. Seluruh usaha kami, kami serahkan kepada anak pertama karena menurut kami dia yang mampu mengurus semua usaha.
Romo, ternyata saya salah. Ketika saya kena stroke ringan yang pertama, kami meminta anak kami yang pertama untuk mengantar ke rumah sakit, ternyata dia tidak bisa dengan alasan amat sibuk.
Akhirnya kami diantar tetangga ke rumah sakit. Saat istri saya bilang ke anak kami yang pertama kalau membutuhkan uang, dia bisa dengan tega mengatakan kalau tidak ada uang.
Jadi istri saya harus cari pinjaman romo untuk membayar rumah sakit.
Tetapi entah bagaimana, saya merasa ini suatu mkujizat, anak kami yang kedua datang dan mengurus semuanya. Bahkan setelah sembuh saya diajak tinggal di rumahnya dan sampai sekarang dia mengurus kami.
Saya sedih dan minta maaf ke dia, tetapi dia mengatakan bahwa dia yang bersalah dan saatnya bertobat dan berbakti. Sedang anak kami yang pertama hampir tidak pernah menyapa kami, kalau kami yang menyapa dia selalu sibuk dan sibuk.”
Sebagaimana Sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan st. Matius yang terpenting adalah bertobat dan kembali kepada Allah. Mau terbuka pada dorongan roh baik yang menggerakan ke arah pertobatan.
“Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan pelacur-pelacur akan mendahului kalian masuk ke dalam Kerajaan Allah. Sebab Yohanes Pembaptis datang menunjukkan jalan kebenaran kepada kalian, dan kalian tidak percaya kepadanya.
Dan meskipun kalian melihatnya, namun kemudian kalian tidak menyesal dan kalian tidak juga percaya kepadanya.”
Bagaimana dengan aku?
Adakah kehendak dalam diriku untuk bertobat?