Hari Raya SP Maria Diangkat ke Surga
Bacaan I: Why. 11: 19a; 12: 1-6a. 10ab
Bacaan II: 1 Kor. 15: 20-26
Injil: Luk. 1: 39-56
Dalam kesempatan, bersama beberapa teman berkunjung ke rumah Abah Iwan (Iwan Abdul Rachman), salah satu tokoh dan sesepuh di Bandung. Kami ngobrol santai di halaman depan rumah beliau.
Halaman rumah Abah Iwan yang luas ada banyak pohon-pohon besar yang menjadikan halaman itu asri dan teduh. Hampir semua pohon-pohon besar di halaman maupun di kebun belakang adalah pohon pinus.
Pada kesempatan itu, saya bertanya ke Abah kenapa yang ditanam kebanyakan pohon pinus.
Abah menjawab: “Pertama, pohon pinus memberikan keteduhan dan oksigen bagi kita. Satu pohon besar bisa memberi oksigen yang baik kepada lima orang. Kedua, pohon pinus itu mengikat air, sehingga air tanah dapat terjaga dengan baik.
Yang ketiga yang paling penting, pohon pinus itu bagi saya adalah simbol belas kasih dan kemurahan hati. Lihat dan perhatikan, kendati pohon pinus itu besar dan memberi naungan tetapi tidak mematikan pohon-pohon kecil dan tanaman-tanaman kecil yang di bawahnya. Semua tetap bisa hidup dengan subur.
Artinya kalau kita menjadi orang besar dan kuat, atau kita ini kelompok mayoritas yang kuat, jangan pernah mematikan orang lain yang lebih kecil atau kelompok-kelompok yang minoritas.”
Seperti pepatah Jawa, “Lamun sekti aja mateni” (kalau kamu sakti jangan membunuh) mempunyai arti orang yang kuat, yang hebat, orang kaya, orang-orang “besar” harus memperhatikan orang-orang yang lemah, miskin dan “kecil”.
Sebuah ajakan tindak belas kasih yang luar biasa. Mereka yang “besar”, kuat, punya tanggung jawab melindungi dan memberdayakan saudara mereka yang “kecil” dan lemah.
Sebagaimana doa Magnificat sejauh diwartakan Lukas: “Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tanganNya, dan mencerai-beraikan orang yang congkak hatinya; Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya, dan meninggikan orang-orang yang rendah.”
Doa Magnificat itu bukan berarti Allah hanya mengasihi orang “kecil” dan membenci orang “besar”. Tetapi Allah mengajak orang-orang “besar” berlaku dan bertindak seperti Allah, yaitu mengasihi dan memperhatikan mereka yang “kecil”
Aku selalu mengejar kehebatan, kekuasaan dan berjuang menjadi orang “besar”.
Adakah semua itu kulakukan agar aku semakin lebih melakukan tindak belas kasih?