Renungan Harian 17 Agustus 2020: Bagimu Negeri

0
247 views
Penjaga perlintasan kereta api - El Shinta com


Hari Raya Kemerdekaan Indonesia
Bacaan I: Sir. 10: 1-8
Bacaan II: 1 Ptr. 2: 13-17
Injil: Mat. 22: 15-21
 
PRIA paruh baya itu, meski badannya kurus, tetapi nampak kekar. Badan yang tinggi itu kurus dengan kulit nampak legam, dengan urat-uratnya menonjol menggambarkan kekuatan dirinya melawan cuaca.

Rambutnya sudah memutih, giginya beberapa sudah tanggal, tetapi matanya dan telinganya masih tajam. Pak Jangkung, begitu biasa dia dipanggil oleh kawan-kawannya.
 
Pak Jangkung saya kenal, ketika saya bertugas di sebuah paroki dan beliau sering ke gereja. Misa minggu selalu dia ikuti, misa harian dia ikuti meski tidak tiap hari. “Saya bisa ikut misa pagi kalau pas tidak kerja romo,” katanya pada suatu ketika.
 
Pak Jangkung bekerja sebagai penjaga palang pintu perlintasan kereta api. Tugas yang tidak mudah dan dengan risiko tinggi. “Tanggung jawab kami berat romo. Kami menjamin hidup banyak orang. Kami tidak ingin seorang pun saudara kami celaka saat melintas.
 
Tantangan besar itu pada jam-jam sibuk romo, ketika kereta banyak melintas dan banyak kendaraan yang akan melintas pula. Kekhawatiran kami amat besar, karena banyak dari saudara-saudara yang melintas itu menerobos palang pintu, betul kereta masih jauh, tetapi itu amat berbahaya.
 
Sering kami dicaci-maki oleh saudara-saudara yang melintas. Kami tahu, mereka terhambat padahal mereka harus cepat, tetapi bagi kami nyawa mereka lebih penting. Jadi, ya ditelan saja caci maki itu,” Pak Jangkung berkisah suatu saat setelah misa pagi.
 
“Tugas kami memang berat,tapi saya senang dan bangga romo. Saya senang karena bisa membantu banyak saudara yang melintas perlintasan ini agar selamat. Saya bangga karena saya ikut berbakti untuk negeri ini.
 
Betul ini pekerjaan saya dan saya mendapatkan gaji untuk hidup saya, tetapi saya juga menghayatinya sebagai bentuk bakti untuk negeri,” tambahnya.

“Wah hebat, luar biasa,” kata saya.
 
“Romo, awalnya saya malu saat bekerja sebagai penjaga pintu perlintasan. Tetapi bapak saya menyadarkan saya. Bahwa pekerjaan saya bukan pekerjaan hina. Pekerjaan saya adalah menjaga kehidupan banyak orang yang adalah saudara-saudara saya. Dan bukan itu saja, kata bapak, mereka yang melintas adalah asst bangsa ini, jadi pekerjaan saya itu adalah bakti saya untuk negeri,” jelasnya.
 
Ada begitu banyak orang yang memberikan dirinya untuk negeri ini dengan menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang dianggap remeh oleh banyak orang di negeri ini. Namun pekerjaan mereka nyata dan dirasakan oleh anak bangsa.
 
Pak Jangkung dan kawan-kawan tidak akan pernah mendapatkan bintang mahaputra apa pun, tidak juga mendapatkan gelar pahlawan negeri ini sehingga berhak dimakamkan di taman makam pahlawan dengan upacara kebesaran.
 
Namun, kiranya pak Jangkung dan kawan, lebih layak dan pantas untuk disebut pahlawan negeri ini dibanding kebanyakan  penerima bintang apapun dan yang disebut kusuma bangsa.
 
Bagi saya Pak Jangkung dan kawan-kawan contoh nyata orang yang telah memberikan kewajibannya bagi negeri yang tercinta dan Allah yang diimaninya.
 
Terima kasih para pahlawan. Merdeka.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here