Home BERITA Renungan Harian 17 September 2020: Terlambat

Renungan Harian 17 September 2020: Terlambat

0
Ilustrasi - Tiga gadis remaja Dayak di Stasi Tanjung Beringin berjalan menuju kapel stasi mengikuti misa bersama Mgr. Pius Riana Prapdi (Mathias Hariyadi)


Bacaan I: 1Kor. 15: 1-11
Injil: Luk. 7: 36-50
 
ADA seorang anak perempuan muda, yang selalu datang terlambat dalam mengikuti Perayaan Ekaristi. Paling cepat dia masuk gereja, ketika mulai Bait Pengantar Injil. Sering kali dia datang sesudah Persembahan. Bahkan beberapa kali dia datang pada saat menjelang doa Bapa kami.
 
Hal yang menjadi perhatian, pertama-tama bukan soal terlambatnya. Karena banyak juga umat lain yang datang terlambat. Dia terlambat dan sering amat terlambat, tetapi dia tetap menerima komuni.

Hal itulah yang menjadi perdebatan dalam pertemuan Dewan Paroki.
 
Semua mengusulkan agar anak itu dilarang untuk terima komuni. Karena menurut aturan liturgi, seseorang boleh menerima komuni kalau mengikuti Perayaan Ekaristi sejak awal. Ada juga yang mengatakan paling telat sebelum persembahan.
 
Pada saat itu, saya bertanya: “Apakah ada yang kenal dengan anak gadis itu? Apakah ada yang pernah bertanya kenapa dia terlambat?”

Semua diam, karena memang belum ada yang pernah bertanya.

Saya meminta kepada Dewan Paroki: “Jangan kita mudah menghakimi, bahwa orang ini tidak pantas terima komuni, jangan sampai kita menghalangi rahmat.”
 
Beberapa waktu kemudian, saya bertemu dengan gadis itu dan ngobrol-ngobrol. Ternyata gadis itu datang dari kampung yang amat jauh.

Dia harus berjalan kaki 30 menit, dilanjutkan naik kendaraan umum dan jalan lagi 15 menit untuk bisa datang ke gereja. Untuk ikut misa pukul 07.00pagi karena hanya sekali misa, dia sudah berangkat dari rumah pukul 04.30 pagi.

Akan tetapi kendaraan umum yang bisa mengantar dia ke arah gereja, datang tidak tentu.  Hal itulah yang membuat dia sering terlambat.
 
Mendengar hal itu saya amat sedih. Di saat kami yang menghakimi masih tidur nyenyak, dia sudah berjuang untuk sampai ke gereja.

Betapa sering kami hanya berpikir soal aturan-aturan dan dengan mudah menghakimi orang lain berdasarkan aturan itu.
 
Pengalaman berhadapan dengan gadis itu, saya dan dewan menjadi sadar betul betapa kami orang-orang yang berdosa ini, dengan gampang menghakimi dengan akibat menghalangi orang lain menerima rahmat.
 

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version