Minggu Biasa XXIX
Bacaan I: Yes. 45: 1. 4-6
Bacaan II: 1Tes. 1: 1-5b
Injil: Mat. 22: 15-21
SETIAP kali saya mendapatkan pengutusan baru untuk bertugas di sebuah paroki, maka hal pertama yang saya lakukan adalah mencoba mendapatkan informasi tentang paroki di mana saya akan menjalani pengutusan.
Hal itu amat penting agar saya dapat memulai pengutusan di tempat baru dengan baik.
Sesampainya di tempat baru, saya mulai memperkenalkan diri, dan mencoba mengenal umat. Butuh waktu lama untuk bisa mengenal umat dan kebiasaan-kebiasaan umat di tempat baru.
Disadari atau tidak terkadang saya masih terpola dengan kebiasaan-kebiasaan di tempat yang lama. Sehingga tidak jarang mengalami benturan dalam diri; dan tanpa sadar memaksakan kebiasaan lama saya di tempat yang baru.
Selama ini pengalaman berpindah dari satu tempat pengutusan ke tempat pengutusan lain pola seperti di atas selalu terjadi. Setelah beberapa saat biasanya sudah mulai terbiasa dengan tempat yang baru dengan seluruh kebiasaan dan tata caranya.
Ternyata ada satu yang hilang dan hampir tidak pernah saya pikirkan dan saya lakukan adalah bahwa ketika saya mendapat pengutusan di suatu tempat baru, saya bukan hanya diutus untuk menjalankan reksa pastoral di tempat yang baru.
Satu hal penting yang lain, yang termuat dalam pengutusan itu adalah aku diutus untuk menjadi penduduk di tempat yang baru.
Pengutusan menjadi penduduk berarti penfutusan untuk menjadi bagian dari masyarakat di tempat di mana saya diutus. Pengutusan itulah yang hilang dalam diri saya ketika saya diutus di tempat yang baru.
Sebagai imam, seolah-olah aku punya dunia sendiri dan bukan menjadi bagian dari masyarakat setempat.
Saya menjadi warga dari sebuah RT, RW dan desa tertentu, tetapi saya tidak terlibat sebagai warga di situ. Tidak pernah saya ikut pertemuan bapak-bapak di lingkungan, tidak pernah ikut kerja bakti bersama bapak-bapak di lingkungan, juga tidak pernah terlibat dalam menjaga keamanan kampung bersama dengan bapak-bapak yang lain.
Maka tidak mengherankan, saya tidak pernah menjadi bagian dari masyarakat di mana saya tinggal.
Betul bahwa saya dikenal oleh beberapa warga di sekitar gereja, tetapi tidak dikenal sebagai bagian dari mereka. Benar bahwa Gereja terlibat dalam beberapa kegiatan besar, tetapi hadir sebagai tamu atau lebih pada kegiatan karitatif.
Akan tetapi tidak seperti warga lain yang hadir dan terlibat sebagai warga.
Sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan St. Matius telah menampar saya dan menyadarkan saya, bahwa pengutusan di suatu tempat adalah pengutusan untuk menjadi warga masyarakat biasa seperti warga yang lain.
Sebagai pastor selalu mengajak dan mengingatkan umat agar terlibat sebagai warga sementara saya tidak terlibat sepenuhnya sebagai warga. “Berikanlah kepada Kaisar apa wajib kamu berikan Kepada Kaisar”.
Perutusan menjadi warga biasa juga berarti menghadirkan Gereja dalam masyarakat. Sehingga Gereja juga menjadi bagian dari masyarakat.