Bacaan I: Ef. 2: 1-10
Injil: Luk. 12: 13-21
SUATU ketika, saya mengunjungi seorang bapak sepuh. Bapak ini sebelumnya selalu rajin ikut misa pagi, tetapi akhir-akhir ini sudah lemah dan hanya berbaring.
Dalam pembicaraan dengan beliau, beliau berkata: “Pastor, kalau saya boleh ke rumah cucu saya, saya pasti sembuh.”
Baru selesai bapak itu bicara, isterinya langsung menjawab: “Gak usah ke sana buat apa? Mereka aja gak pernah mau ke sini.”
Saya agak terkejut dengan jawaban ibu itu.
Suatu saat saya mengunjungi bapak itu lagi dan bapak itu bercerita:
Romo, saya merasa gagal mendidik anak-anak saya. Anak-anak saya sejak kecil dimanjakan oleh mamanya. Waktu itu saya pikir baik-baik saja. Tentu kami sebagai orangtua ingin anak-anak bahagia. Ekonomi kami juga baik, sehingga apap un yang anak-anak minta selalu kami penuhi.
Sekarang, kami menyesal, karena anak-anak saya walaupun sudah pada berumah tangga masih mengandalkan kami.
Mereka sudah kami beri usaha sendiri-sendiri tetapi ya itu pastor, mereka tidak bisa mengelola dengan baik, ya… karena mereka biasa dimanjakan. Akibatnya, mereka jadi tidak akur pastor. Mereka berebut harta.
Mamanya selalu membela anak-anaknya sementara menantu saya yang sudah janda seperti di anak tirikan. Menantu saya itu bisa mengelola usaha dengan baik sehingga berkembang dan itu yang menjadi sumber iri hati adik-adik iparnya.
Pastor, yang paling menyedihkan hidup perkawinan anak-anak saya hampir semua tidak beres. Mereka ke gereja ya ke gereja, tetapi perkawinan mereka gak keruan.
Saya sudah tidak bisa ngomong lagi, karena kalau ngomong selalu ribut dengan isteri. Saya memilih diam.
Pastor, sedari muda saya kerja keras, ingin hidup mapan, punya harta untuk mencukupi dan membahagiakan keluarga. Tetapi ternyata bagi saya, harta justru membuat saya semakin kesepian dan menderita.
Harta jadi sumber pertikaian keluarga. Sekarang pun saya terus dihantui perpecahan anak-anak kami kalau kami sudah tidak ada.
Bapak itu menutup kisahnya.
Harta adalah sarana bukan tujuan dalam hidup kita. Sering kali kita terjebak menjadikan harta sebagai tujuan, maka tidak jarang berujung pada penderitaan dan kesepian.
Dengan harta berharap kebahagiaan sering kali yang terjadi harta menjadi sumber petaka.
Sebagaimana Sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan St. Lukas: “Demikianlah jadinya dengan orang yang menimbun harta bagi dirinya sendiri, tetapi ia tidak kaya di hadapan Allah.”
Bagaimana dengan diriku? Adakah sadar mana yang tujuan dan mana yang sarana?