Minggu Biasa XVIII
Bacaan I: Yes. 55: 1-3
Bacaan II: Rom. 8: 35.37-39
Injil: Mat. 14: 13-21
BEBERAPA waktu yang lalu saya mendapat kunjungan seorang teman. Teman saya ini dulu kami kenal sebagai seorang frater yang saleh. Hidup doanya baik, refleksi-refleksinya mendalam, studinya luar biasa, dan selalu ramah dengan siapa saja.
Sekarang dia sudah berkeluarga dan mempunyai 3 orang putra-putri.
Saat kami ngobrol-ngobrol sambil minum kopi, tanpa maksud serius, hanya sekedar bercanda saya bertanya:
“Bro, apa sih yang tersisa dari formatio (pendidikan) kita yang ada dalam hidupmu berkeluarga?.”
Dengan spontan dan cepat dia menjawab: “Refleksi.”
“Ha? kamu masih selalu bikin refleksi? Hebat amat,” kataku.
“Ya bukan refleksi yang seperti kamu bayangin kali Wan, saya hanya ngobrol-ngobrol aja dengan isteri,” jawabnya.
“Ya, tapi itu tidak terjadi sejak awal, kalau gak salah ingat baru setelah anakku ketiga lahir,” tambahnya.
“Emang kenapa Bro?,” tanyaku.
“Entah kapan aku lupa, istriku itu ngomong: “Mas, waktu kita itu habis untuk kerja, urusan rumah, anak-anak dan Gereja.“
Aku lempeng aja jawab: “Ya, itukan pilihan kita, panggilan dan pengutusan kita djeng. Eeee istriku marah: Susah ya ngomong sama bekas frater. Nasib, nasib.”
Aku kaget dan tercenung.
Esok hari, setelah anak-anak tidur, aku bilang ke isteriku:
“Djeng, ngeteh yuk.” Istriku kaget, tetapi dia bikin teh. Sambil minum teh, aku ngobrol dengan istri. Aku tanya hari ini anak-anak ngomong apa ke mamanya, terus aku cerita tadi anak-anak ngomong gini. Aku tanya perasaannya hari ini gimana, juga apa yang diharapkan dariku.
Sejak saat itu, setiap malam sebelum tidur, entah sambil ngeteh, atau mijitin istri atau sambil tiduran, kami selalu ngobrol. Lama-lama obrolan kami menjadi lebih mendalam, bukan soal-soal yang rutin, tetapi lebih ke pengalaman perasaan. Dan yang menarik, kami selalu mempunyai niat bersama untuk esok hari. Hidup kami jadi lebih indah Wan, he……he.
Itu yang saya sebut refleksi Wan. Sebenarnya bagi kami, kami lebih ingin punya waktu untuk menyendiri barang sebentar seperti examen lah biar gak tersesat dalam pengutusan ha…ha… Sori, bekas aja sok-sok an.”
Mendengarkan sharing teman saya, saya diingatkan betapa penting mengambil waktu untuk masuk dalam kesunyian. Dalam kesunyian aku bertemu dengan diriku sendiri lepas dari segala hiruk pikuk dan puja puji.
Dalam kesunyian aku dihadapkan pada diriku sendiri yang sesungguhnya, siapa diriku, dari mana asalku, mau kemana langkahku, jalan mana yang kupilih dan seterusnya.
Sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan Matius, menegaskan pentingnya untuk masuk ke dalam kesunyian.
Sebagaimana Yesus yang selalu mencari waktu untuk masuk ke dalam kesunyian.