Hari Raya Hati Tersuci St. Perawan Maria
Bacaan I: Yes. 61: 9-11
Injil: Luk. 2: 41-51
DALAM sebuah pembicaraan dengan beberapa sesepuh, dengan nada bercanda salah satu sesepuh itu mengajukan pertanyaan sambil tertawa: “Apa beda perempuan zaman dulu dan perempuan zaman sekarang?”
Kami tidak ada yang berani menjawab.
Dalam hati, saya mau mengatakan bahwa banyak perbedaan. Apalagi setelah emansipasi ini.
“Wanita jaman mbiyen kuwi ora ana suarane, ora ketok polahe ning mrantasi. Yen wanita jaman saiki, nggedhekke suara, kakehan polahe ning ora ana hasile,” jawab simbah itu. (Perempuan zaman dulu itu tidak ada suaranya, tidak kelihatan geraknya tetapi menyelesaikan banyak hal. Sedang perempuan zaman sekarang keras suaranya, banyak tingkahnya tetapi tidak ada hasilnya).
“Modale wanita utama iku, ati sing jembar lan jero. Jembar welas asihe lan jero pangapurane,” tambah simbah.
(Modal menjadi perempuan terhormat itu hati yang luas dan dalam. Luas kasih sayangnya dan dalam pengampunannya).
“Perempuan hebat dan pandai sejak zaman dulu sudah ada, bahkan perempuan-perempuan yang lebih hebat dan lebih perkasa dari laki-laki sejak dulu banyak.
Namun demikian, mereka menjadi perempuan-perempuan terhormat, hebat dan perkasa bukan karena buah budinya dan bukan karena kekuatan fisiknya.
Mereka terhormat dan hebat karena keelokan hatinya.
Dengan hati yang elok itu menjadikan suami, anak-anak dan semua yang ada di hatinya menjadi terhormat dan hebat.
Hati tadi mampu dengan ikhlas hancur lebur demi mendudukan suami, anak-anak dan semua yang di hatinya di tempat yang terhormat dan hebat.” Terang simbah dengan berapi-api.
“Oleh karena itu, hati perempuan utama itu bagai danau dengan air jernih nan segar. Semua yang di dekatnya bisa menemukan kesegaran, ketenangan dan kedamaian. Sebagaimana danau itu dasarnya banyak sampah dan batu serta belukar, begitupun hati perempuan.
Di dasarnya ada begitu banyak sampah, duri dan segala hal, karena hati itu menyimpan segala perkara yang dihadapinya. Segala perkara dia simpan, dia olah, dia saring dan dia endapkan sehingga semua tersimpan jauh di tempat yang paling dalam. Apa yang nampak dan memacar adalah kesegaran, ketenangan dan kedamaian,” lanjut simbah.
Ajaran simbah yang dimulai dengan guyon tadi membantu saya memahami sikap Bunda Maria yang dalam injil selalu dikatakan: “Maria menyimpan semua perkara di dalam hatinya.”
Dalam diam, ia menghantar PuteraNya hingga Sang Putera dimuliakan di kayu salib.
Di saat merayakan Hati Tersuci St. Perawan Maria, aku juga ingin merayakan dan mensyukuri keelokan hati ibuku, hati para ibu dan hati perempuan hebat lainnya.