Bacaan I: Why. 11: 4-12
Injil: Luk. 20: 27-40
SUATU pagi, saya kedatangan tamu, yang memperkenalkan diri sebagai seorang penginjil. Pada waktu itu pastoran tempat saya tinggal adalah rumah sederhana berada di tengah perkampungan penduduk terpisah dari gereja. Sehingga penginjil itu tidak tahu kalau saya seorang pastor.
Setelah memperkenal dirinya, dan saya juga memperkenalkan diri sebagai pastor Gereja katolik, beliau berkata bahwa saya harus bertobat, karena kalau tidak bertobat saya akan masuk neraka. Kemudian beliau menambahkan bahwa baptisan yang telah saya terima tidak sah karena tidak ditenggelamkan dalam air dan hidup selibat itu juga tidak benar. Untuk mendukung pendapatnya itu beliau membacakan ayat-ayat kitab suci dari berbagai surat dan kitab.
Saya mengatakan kepadanya bahwa saya sudah mengimani Kristus dengan cara yang diajarkan Gereja Katolik, jadi saya tidak akan meninggalkan apa yang sudah saya yakini. Dan kemudian beliau pergi.
Saya menjadi aneh dengan penginjil itu mengapa saya yang sudah memperkenalkan diri sebagai pastor tetap dikotbahi untuk berpindah keyakinan. Dan yang lebih aneh lagi bagi saya, beliau sudah menyiapkan ayat-ayat dari kitab suci yang menurut saya dipaksakan untuk mendukung pernyataannya. Ayat-ayat kitab suci telah diperalat untuk kepentingannya.
Saya ingat Sri Paus pernah menegaskan agar para imam tidak menggunakan mimbar untuk marah-marah atau memarahi umat. Bukankah ketika menggunakan mimbar untuk marah-marah berarti juga telah memperalat sabda Tuhan untuk kepentingan pribadi?
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan St. Lukas mengisahkan orang-orang Saduki yang menggunakan ajaran Musa untuk mendukung kepentingan pribadi bukan untuk melihat apa yang menjadi kehendak Tuhan. “Guru, Musa menuliskan untuk kita perintah ini……”
Bagaimana dengan aku? Adakah aku telah memanipulasi hal-hal yang rohani dan baik hanya demi kepentingan pribadiku?