Pesta S. Maria Magdalena
Bacaan I: Kid. 3: 1-4a
Injil: Yoh. 20: 1.11-18
Nenek tua itu setiap hari selalu duduk di teras rumahnya dari subuh hingga magrib. Mbah Cokro, kami biasa menyebutnya, tetapi entah siapa sebenarnya namanya.
Semua tetangga tahu kebiasaan Mbah Cokro karena apa yang dilakukan setiap hari selalu sama. Ia membuka pintu dan jendela rumahnya, mematikan lampu teras, lalu menyapu halaman. Tidak berapa lama ia akan duduk di teras rumahnya.
Di rumah itu Mbah Cokro tinggal sendirian, sedang seorang anak perempuannya, yang sudah berkeluarga tinggal tidak jauh dari rumah Mbah Cokro.
Anak perempuan inilah yang selalu mengirim makanan untuk Mbah Cokro.
Salah satu kebiasaan Mbah Cokro adalah berjalan keluar halaman rumah dan melihat ke jalan raya, setelah beberapa saat sambil geleng-geleng dan ngomong sendiri kembali duduk.
Hal itu selalu dilakukan berulang-ulang. Karena tindakan Mbak Cokro yang seperti itu, maka kami beranggapan bahwa Mbah Cokro orang yang sakit jiwa. “kurang sak setrip”.
Menurut cerita orang-orang, apa yang dilakukan Mbah Cokro itu menantikan anak laki-laki nya pulang. Ia selalu mengharapkan anaknya pulang, meski telah berpuluh tahun anaknya tidak pulang, dan mungkin tidak akan pernah pulang.
Kata orang anak Mbah Cokro “diciduk” pada zaman G30S/PKI. Anak mbah Cokro dianggap bagian dari partai PKI, karena anaknya menjadi anggota drumband PKI.
Nampaknya kerinduan mbah Cokro akan anaknya itulah yang menyebabkan dia berperilaku seperti itu, dan bahkan kami menyebut beliau orang yang “kurang sak strip”.
Kerinduan yang bersumber dari cinta yang luar biasa.
Kerinduan yang bersumber dari cinta yang luar biasa dilukiskan amat indah oleh penulis Kidung Agung: “Pada malam hari, di atas peraduanku, kucari jantung hatiku. Kucari dia, tapi tak kutemukan…..”
Aku bertanya pada diriku sendiri: “Seberapa besar kerinduanku akan Tuhan?”
I