Bacaan I: EF. 3: 14-21
Injil: Luk. 12: 49-53
BEBERAPA pekanyang lalu, saya dikejutkan sapaan seseorang yang parkir di halaman gereja. Sapaan itu mengejutkan, karena dia menyapa saya seperti seseorang yang teman sudah lama tidak bertemu, sementara saya merasa tidak mengenal orang itu.
“Pagi, romo, apakabar? Sudah lama pindah di sini? Wah akhirnya bisa ketemu, saya seneng banget,” sapanya nyerocos.
“Selamat pagi pak, kabar baik, terima kasih. Iya, sekarang saya tugas di sini,” jawab saya sembari berpikir tentang siapa dia.
“Romo lupa ya dengan saya?” tanyanya seolah mengerti kebingungan saya.
“Romo boleh ngobrol sebentar?,” pintanya.
“Oh silahkan, mari-mari kita ke ruang tamu,” jawabku masih bingung.
Setelah kami duduk, dia memperkenalkan diri: “Saya Totok, Romo, yang waktu itu kita pernah ketemu dan ngobrol-ngobrol di Gereja Subang.”
Melihat saya masih berpikir dia melanjutkan: “Gak ingat ya romo, pasti sulit ya romo, karena romo kan bertemu banyak orang.”
“Maaf mas, saya sungguh-sungguh tidak ingat,” jawabku.
“Romo, ingat gak kira-kira lima tahun lalu ada gembel yang datang ke gereja minta makan? Terus kemudian minta menginap?,” katanya mencoba membantu saya untuk mengingat.
“Romo, 5 tahun lalu saya pernah terdampar di Subang, lalu mencari pertolongan ke gereja. Saya bertemu dengan romo, dan saya minta makan karena sudah sejak kemarin malam belum makan kecuali minum air putih. Saya ingat persis peristiwa itu. Romo kemudian mengajak saya makan sambil bertanya-tanya tentang saya.
Saya, orang yang cerita ke romo kalau saya adalah orang yang “lontang lantung” tidak jelas dengan hidup saya, sampai saya diusir oleh keluarga saya.
Saya ingat waktu itu Romo mengatakan: “Orang hidup harus punya mimpi. Untuk meraih mimpi, orang harus berani menata hidupnya.”
Lalu romo mengajak saya untuk melihat kemampuan-kemampuan dalam diri saya. Hal yang paling mengejutkan dan membuat saya terhenyak ketika romo mengatakan bahwa saya adalah orang hebat, orang yang luar biasa, hanya belum bisa mengatur hidup.
Romo mengatakan kalau saya akan jadi orang yang sukses kalau mau mengatur hidup saya.
Romo ingat, setelah makan malam itu romo mengajak saya berdoa di depan gua Maria? Romo mendoakan saya dan memberkati saya. Saya waktu itu minta romo agar diizinkan berdoa sendiri dan tidur di situ; romo mengizinkan.
Romo, sejak saat itu saya merasa mendapatkan pencerahan dan kekuatan untuk menjalani hidup. Romo, saya mulai buka usaha kecil-kecilan. Awalnya sulit sekali dan hampir putus asa, tetapi saya ingat pesan romo, harus tekun dan setia.
Entah bagaimana tanpa saya duga, saya bertemu dengan orang yang menawarkan kerja sama usaha. Saya diminta menjalankan usahanya. Saya tidak tahu bagaimana mungkin orang yang tidak saya kenal itu bisa percaya pada saya untuk menjalankan usahanya.
Beliau percaya pada saya hanya karena setiap hari saya menawarkan dagangan saya. Beliau tidak pernah beli tetapi saya selalu menawarkan dagangan saya.
Romo, hidup saya sungguh-sungguh berubah, saya sekarang sudah berkeluarga dan hidup mapan. Hidup saya penuh mukjizat.
Saya mengalami kasih Tuhan yang luar biasa. Sesuatu yang tidak pernah bisa saya pikirkan dan saya bayangkan. Kalau melihat semua yang saya alami, saya hanya bisa bersyukur dan bersyukur. Tuhan membuat sesuatu dalam hidup saya diluar nalar dan mimpi saya.”
Dia mengakhiri ceritanya.
Sampai dia pulang, saya tetap tidak bisa mengingat siapa dia sesungguhnya. Tapi pengalaman dia amat luar biasa bagi saya. Tuhan berkarya dengan cara luar biasa, seperti istilah yang dia gunakan, Tuhan berkarya di luar nalar dan mimpi manusia.
Sebagaimana kata St. Paulus dalam suratnya kepada umat di Efesus: “Dia sanggup melakukan jauh lebih banyak daripada yang dapat kita doakan atau kita pikirkan, seperti ternyata dari kuasa yang bekerja dalam kita.”