Renungan Harian 27 Juli 2020: Gila

0
477 views
Ilustrasi -- Gila tak waras by ist


Bacaan I: Yer. 13: 1-1
Injil: Mat. 13: 31-35
 
LELAKI itu setiap hari berjalan menyusuri jalan raya desa itu. Sepanjang jalan, dia selalu ngomong sendiri dan tersenyum-senyum. Tidak ada satu oran gpun yang tahu apa yang diomongkan dan juga tidak tahu apa yang membuat dia tersenyum.

Pakaiannya kumal, rambutnya gimbal, karena nampaknya tidak pernah mandi.
 
Kendati kami mengenalnya sebagai orang gila, tetapi semua orang yang lewat jalan itu tidak ada yang takut atau terganggu. Karena dia tidak pernah mengganggu orang lain. Dia kelihatan hidup dalam dunianya sendiri.
 
Ada pemandangan yang menarik. Yaitu setiap siang hari, ada mobil minibus bagus yang menghampirinya dan memberi dia nasi bungkus, serta sebotol air mineral. Orang yang turun dari mobil memberikan nasi bungkus kelihatan tidak takut dengan orang gila itu, meski yang turun terkadang perempuan atau anak remaja.

Tidak banyak orang yang tahu siapa orang gila itu dan siapa yang setiap siang memberi makan orang gila itu.
 
Suatu ketika, saat saya sedang memperhatikan orang yang turun memberi nasi bungkus, ada seorang bapak yang berkata: “Itu keluarganya.”

Saya terkejut dan agak malu, karena ketahuan sedang memperhatikan orang gila itu. Bapak itu mengatakan kenal dengan orang gila itu dan keluarganya.
 
Bapak itu bercerita demikian.

Orang muda itu menjadi gila, setelah gagal menjadi kepala desa. Dia anak mantan kepala desa. Keluarganya adalah keluarga terhormat dan terpandang di desanya. Meski sudah lama tidak menjabat sebagai kepala desa, orangtuanya tetap dipanggil Pak Lurah, dan dihormati semua warga desanya. Pak Lurah dianggap sebagai orang yang berjasa besar memajukan desanya. Pak Lurah mempunyai tiga orang anak laki-laki dan satu orang perempuan. Keempat anaknya semua telah lulus sebagai sarjana. Semua telah sukses dengan pekerjaannya, tiga orang tinggal di kota besar sedang satu anak laki-laki tinggal di desa mengurus sawah dan membuka penggilingan padi.
 
Orang gila ini anak tertua pak Lurah, dan telah hidup sukses di kota besar. Atas bujukan beberapa orang, dia mencalonkan diri untuk menjadi kepala desa. Oran tua dan semua keluarga tidak setuju, karena dia sudah lama meninggalkan desanya sehingga tidak banyak lagi warga desa yang mengenal dia, selain bahwa dia adalah anak Pak Lurah.
 
Orangtua dan keluarganya menyarankan, kalau mau jadi kepala desa nanti periode berikut, sedangkan masa sekarang tinggal saja duludi desa dan buka usaha di desa agar dikenal oleh warga.

Namun nampaknya dia lebih percaya pada beberapa orang yang mendukungnya. Pak Lurah selalu mengingatkan bahwa yang mencalonkan dirinya bukan orang baik, mereka hanya memanfaatkan dirinya untuk memperoleh keuntungan.
 
Anak ini malah marah dan menganggap keluarganya tidak sayang dengannya. Padahal keluarganya “ngeman” (menyayangi) dan ingin dia menjadi hebat dan terhormat.
 
Dalam beberapa kesempatan dia mengatakan bahwa dirinya sudah bukan lagi bagian dari keluarga Pak Lurah, dia lebih baik tidak dianggap anak dan saudara. Dia beranggapan bahwa mereka yang mendukung inilah yang menjadi saudaranya.
 
Dalam pemilihan, dia kalah telak dengan calon yang terpilih, sementara hartanya sudah habis. Isterinyapun sudah meninggalkan dia. karena sudah ditalak tiga olehnya.
Dan karena hal itu dia menjadi gila seperti sekarang.
 
Hubunganku dengan Tuhan seringkali seperti orang gila ini dengan keluarganya. Allah begitu mencintai aku, dan menuntunku untuk sampai pada keluhuranku sebagai manusia.

Akan tetapi sering kali aku lebih memilih ilah-ilah lain atau menuruti hawa nafsuku sendiri manakala keinginan, doa dan harapanku tidak dikabulkan.

Aku sering kali tidak melihat bahwa apa yang kumohon tidak dikabulkan karena Tuhan “ngeman” diriku.
 
Akibatnya aku sering kali sungguh-sungguh menjadi tidak berguna, kehilangan semua rahmat dan keadaan berahmat. Bukan karena aku dibenci Tuhan, tetapi karena aku meninggalkan Tuhan.
 
Sebagaimana keluhan Tuhan terhadap Israel yang disampaikan nabi Yeremia: ”Bangsa yang jahat ini akan menjadi seperti ikat pinggang yang tidak berguna untuk apa pun.”
 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here