Renungan Harian 3 September 2020: Rumah Gedong

0
286 views
Ilustrasi - Rumah gedong (ist)


PW. S. Gregorius Agung
Bacaan I: 1Kor. 3: 18-23
Injil: Luk. 5: 1-11
 
KELUARGA yang tinggal di rumah gedong itu kami kenal sebagai keluarga bangsawan. Entah keturunan keluarga kerajaan mana tidak ada yang tahu. Orang desa kami selalu menyapa kepada bapak yang tinggal di rumah gedong itu Den Mas, sedang kepada istrinya Den Ayu.

Kami harus menyapa anak-anaknya yang laki-laki dengan Gus kependekan dari Raden Bagus dan kepada anak-anaknya yang perempuan Rara, kependekan dari Raden Rara.
 
Kami orang desa, harus menghormati keluarga di rumah gedong itu.  Den Ayu, ibu di rumah gedong itu, orang yang halus dan ramah. Kalau ada orang yang menyapa selalu dibalas dengan ramah.

Tetapi tidak dengan suaminya, tidak ada orang di desa kami yang sapaannya dijawab. Penampilan beliau selalu perlente, memakai topi laken dan selalu berjalan memakai tongkat dan diiringi pembantu laki-laki yang membawakan tas kulitnya.
 
Kami orang desa tidak begitu suka dengan putra-putra rumah gedong. Mereka sombong dan nakal. Kalau bermain dengan kami, mereka harus menang. Kalau kalah akan marah-marah, dan nanti kami akan dimarahi oleh pembantunya.

Selain itu, mereka suka memetik buah di halaman rumah-rumah tetangga tanpa permisi. Kalau ditegur nanti menjadi masalah dengan rumah gedong. Tetangga memilih diam dengan semua itu.
 
Setelah Den Ayu meninggal, keluarga rumah gedong semakin tersingkir dari orang-orang di desa kami. Hanya karena keramahan Den Ayu, orang-orang di desa kami segan dan hormat dengan keluarga rumah gedong itu.
 
Dalam perjalanan waktu kami, orang desa tahu bahwa ternyata keluarga rumah gedong bukalah bangsawan yang sesungguhnya, tetapi mereka menganggap diri mereka bangsawan. Mereka adalah orang dari kota yang pindah ke desa kami, dan kemudian menyebut diri bangsawan.
 
Semakin lama keluarga rumah gedong semakin nampak bahwa mereka sebetulnya tidak sehebat yang ditampilkan. Rumah gedong semakin kumuh, dan anak-anaknya tidak ada yang melanjutkan sekolah.

Sekarang ini, kami tahu bahwa anak-anak dari rumah gedong itu tidak ada yang berhasil hidupnya, semua serba kekurangan.
 
Kemegahan palsu yang dibangun oleh keluarga itu ternyata menjadikan keluarga itu terasing dari antara warga desa dan hidup dalam kesulitan. Kehormatan palsu yang dibangun oleh keluarga itu menjadikan keluarga itu kehilangan rasa hormat dari warga desa.
 
Sebagaimana peringatan Santo Paulus kepada jemaat di Korintus, jangan memegahkan dirinya atas manusia karena semua adalah milik Allah.
 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here